Sabtu, 28 September 2019

Menyelamatkan Ibu Pertiwi Melalui Budaya Anti Korupsi Sejak Dini

Salah Satu Harapan untuk KPK

“Meski saat ini Indonesia masih dikenal sebagai salah satu lahan basah tindak pidana korupsi, pendidikan anti korupsi tentu tidak boleh mati. Apapun alasannya, mengenalkan budaya anti korupsi sejak dini adalah bentuk investasi untuk menyelamatkan ibu pertiwi di kemudian hari”.

***

“Uangnya di meja ya Mbak Lima (bukan nama sebenarnya)”, jawab ibu tatkala ditanya letak uang untuk beli kentang dan berbagai kebutuhan lain yang diperlukan untuk acara supitan adik saya.

Walah, uang di meja kok tidak hilang. Kalau di rumahku pasti sudah hilang”, ujar Mbak Lima dengan raut muka sedikit keheranan.

Waktu itu ibu melempar senyum seraya berkata: “Kalau di sini bisa dipastikan keamanannya. Kalau bukan kepunyaannya, insyaallah tidak akan disentuh sama anak-anak. Apalagi sama bapaknya”.

“Kalau sedang butuh, pasti mereka akan minta ke saya. Kalau pas lagi ada ya langsung dikasih, kalau belum ada ya diberi pengertian dulu”. Begitu kira-kira percakapan lawas yang entah mengapa kembali teringang di benak saya.



Bisa jadi peristiwa 15 tahun silam ini kembali masuk ke memori karena mencuatnya revisi UU KPK yang banyak menuai kontroversi. Di tengah pendidikan anti korupsi yang mulai gencar dilakukan di berbagai penjuru negeri, kok ya terbit rancangan revisi yang sukses bikin patah hati berjamaah seperti ini. Padahal sekitar dua minggu sebelum gelombang aksi keberatan RUU KPK mencuat ke publik, saya cukup bahagia saat mendengar paparan pembicara di acara Festival Konstitusi dan Anti Korupsi yang dihelat di Gedung Grha Sabha Pramana pada Rabu, 11 September 2019 lalu. 

Acara bertajuk “Ukir Jejak Integritasmu! Wujudkan Budaya Konstitusi dan Anti Korupsi” yang berlangsung atas kerja sama Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) ini jelas memaparkan besarnya upaya pemerintah dalam mendorong pendidikan anti korupsi.

Tak tahunya, dua minggu kemudian publik dibuat geger dengan upaya pelemahan lembaga penyelamat uang rakyat melalui RUU KPK yang beberapa poinnya begitu viral di meda sosial. Menurut Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, setidaknya ada 26 resiko pelemahan KPK mulai dari upaya pelemahan idependensi KPK, resiko kriminalisasi terhadap pegawai KPK hingga hilangnya kewenangan KPK dalam menangani kasus yang meresahkan publik.

Bisa jadi kekecewaan masyarakat luas akan revisi aturan yang kurang berpihak pada KPK inilah yang mengingatkan saya pada berbagai upaya sederhana orang tua dalam mengenalkan budaya anti maling-maling klub yang kini dikenal luas dengan sebutan pendidikan anti korupsi ini. 

Mengenalkan Budaya Anti Korupsi Sedini Mungkin

Meski saat ini Indonesia masih dikenal sebagai salah satu lahan basah tindak pidana korupsi, pendidikan anti korupsi tentu tidak boleh mati. Apapun alasannya, mengenalkan budaya anti korupsi sejak dini merupakan salah satu bentuk investasi yang diharapkan dapat menyelamatkan ekonomi ibu pertiwi di kemudian hari.

Setidaknya ada dua jawaban yang saya kemukakan saat ditanya cara termudah mengenalkan budaya anti korupsi sedini mungkin. Pertama mulailah dari lingkup terkecil yakni keluarga. Kedua perkuat pendidikan anti korupsi dengan literasi. Ibarat dua sisi mata uang, keduanya terbilang saling melengkapi.

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwasanya keluarga merupakan sekolah pertama bagi anak, tidak terkecuali dalam hal memahami sekaligus mengakses pendidikan anti korupsi. Sebagai bagian dari keluarga, kita dapat mencontohkan budaya anti korupsi melalui berbagai aktivitas sederhana yang dilakukan sehari-hari. Salah satu contohnya seperti yang saya ceritakan di awal tadi. Tidak mengambil hak orang lain meski dimiliki keluarga sendiri. Dengan cara ini diharapkan anak dapat mengerti batas antara hak dan kewajiban dengan sejelas-jelasnya.

Selanjutnya, untuk memperkuat pendidikan anti korupsi kita dapat mengenalkan lingkaran terdekat kita pada literasi. Apalagi kini banyak tersedia buku bacaan anak yang dapat digunakan untuk menjelaskan dampak buruk korupsi baik pada diri sendiri, lingkup keluarga atau cakupan yang lebih luas lagi. 

Menyadari pentingnya literasi sebagai bagian dari pendidikan dini anti korupsi, KPK juga meluncurkan Modul Integritas untuk Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Modul Integritas untuk Sekolah Dasar (SD) hingga Buku Seri Tunas Integritas yang menceritakan tentang sembilan nilai integritas (jujur, peduli, sederhana, berani, tanggung jawab, adil, mandiri, kerja keras dan disiplin) dalam berbagai kemasan cerita sederhana yang dekat dengan aktivitas keseharian anak.

Selain penting untuk mengenalkan pendidikan anti korupsi, literasi dipercaya dapat meningkatkan berbagai kemampuan anak dalam mengolah informasi dan pengetahuan untuk kecakapan hidup, termasuk untuk bertindak kritis dalam menyikapi berbagai hal yang terjadi di sekitar anak. 

Karena alasan ini pula lah setahun belakangan saya mulai mengurangi porsi oleh-oleh berupa makanan ataupun mainan pada sepupu-sepupu saya yang rata-rata menginjak usia empat dan lima tahun. Sebagai gantinya, saya belikan buku bacaan yang mengandung nilai-nilai yang baik.

Tentu pendidikan anti korupsi tidak berhenti di lingkup keluarga saja, melainkan penting pula dilakukan secara berkala di lingkup sekolah, dimana salah satu contohnya dapat dilakukan dengan memberi pengertian dampak buruk menyontek saat mengerjakan ujian atau mengerjakan pekerjaan rumah. 

Disadari atau tidak, budaya menyontek merupakan awal korupsi yang dampaknya bisa begitu kompleks di kemudian hari. Kabar buruknya, potensi masalah yang terjadi tidak berhenti pada kompetensi diri yang tidak sesuai dengan transkrip nilai. 

Kecurangan yang bersumber pada ketidakjujuran semacam ini rentan merugikan berbagai pihak, tidak terkecuali perusahaan, rekan kerja hingga konsumen yang berhubungan dengan tempat si penyontek tadi. Bisa dibayangkan bukan, besarnya potensi kerugian material maupun non material yang ditimbulkan dari aktivitas tercela bernama menyontek ini?

Ayo Dukung KPK, Kini dan Nanti

Ini baru berbicara soal pendidikan korupsi di lingkup keluarga dan sekolah saja ya. Belum menyentuh upaya pemerintah dalam membumikan budaya anti korupsi. Kalau berbicara soal ini kok saya jadi auto ingat dengan warung kejujuran yang diinisiasi oleh KPK puluhan tahun yang lalu. 

Selain menjadi media untuk mengenalkan budaya anti korupsi, warung tanpa penjaga yang buka di kantor KPK dan puluhan sekolah di Indonesia ini sejatinya dibangun melatih kejujuran pada generasi muda kita. Ke depannya, keberadaan warung yang sempat booming  ini diharapkan dapat meminimalisir potensi kecurangan yang ujungnya akan bermuara pada berkurangnya jumlah koruptor maupun peluang tindak pidana korupsi di negeri ini.

Sayangnya, dibalik gencarnya upaya berbagai pihak dalam memberikan pendidikan anti korupsi, masih terdapat beberapa celah yang dapat dimanfaatkan oleh para koruptor. Salah satunya kepiawaian para koruptor dalam menghitung nominal keuntungan yang didapat usai menyelesaikan masa hukuman. Semacam tetap untung meski habis “dikurung”.

Mendapati hal ini, sejatinya ada beberapa aktivitas yang dapat kita lakukan untuk melatih integritas seperti menghindari korupsi waktu di tempat kerja, tidak menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi atau sekedar mengembalikan kelebihan uang kembalian usai membayar belanjaan.

Semoga saja selain wajib menjalani hukuman, Indonesia punya aturan baru untuk memiskinkan harta para koruptor. Namun sebelum itu, semoga RUU KPK tidak jadi disahkan. Kalaupun disahkan, harus direvisi terlebih dahulu sehingga tidak ada unsur pelemahan lembaga penyelamat uang rakyat yang kinerjanya sudah diakui dunia.

Salam hangat dari Jogja,
-Retno-

1 komentar:

  1. The 12 Best Casinos in Seattle | Mapyro
    The 12 Best Casinos in Seattle 광주광역 출장마사지 · 1. The 김해 출장안마 Bellagio · 2. Bally's · 3. Queen 목포 출장마사지 Beds · 4. The Venetian · 5. Hard Rock Hotel 여주 출장안마 & Casino · 6. 부산광역 출장샵 The

    BalasHapus

 

Cerita NOLNIL Template by Ipietoon Cute Blog Design

Blogger Templates