Jumat, 22 Juni 2018

Menjaga Keutuhan NKRI Berawal Dari Kontrol Jari-Jemari

"Jemarimu, Harimau-mu" (Dokumentasi Riana Dewie)
“Sesungguhnya menjaga NKRI bisa dimulai dengan mengontrol jemari agar tidak mudah membagikan kabar buruk, ujaran kebencian maupun kabar bohong di kanal media sosial”.

Berawal dari rasa bosan ketika melihat timeline media sosial saya yang beberapa waktu ke belakang acap kali dipenuhi dengan gembar-gembor berita bohong maupun ujaran kebencian yang seolah tidak pernah lekang dimakan jaman, saya bertekad untuk melakukan hal sebaliknya, menyebarkan berita baik dari hal-hal kecil yang saya temui sehari-hari.

Ya, bagi saya menjaga keutuhan NKRI dapat dilakukan dari peristiwa-peristiwa sepele yang ditemui sehari-hari, dimana salah satunya saya temui saat berada di Bandara Syamsudin Noor tahun lalu. Ada banyak alasan mengapa perjalanan pulang dari Banjarmasin menuju Jogja pagi itu cukup sukar untuk dilupakan.


Belajar dari Kearifan Banjar….

Pagi itu saya mendapatkan penerbangan pagi. Saya lupa pukul berapa, namun seingat saya penerbangan kami waktu itu tidak lebih dari pukul 06.00 waktu setempat. Karena perjalanan dari Banjarmasin ke Banjarbaru membutuhkan waktu sekitar satu jam perjalanan, saya dan beberapa rekan kerja yang pulang ke Jogja memesan taksi untuk memulai perjalanan tepat pukul 04.00 pagi.

Sekitar satu jam kemudian sampailah kami di Bandara Syamsudin Noor. Sesampainya di bandara kami bergegas menuju ke counter untuk melakukan check in. Sayangnya tidak berselang lama usai menggeret koper menuju counter, tiba-tiba listrik padam. Apa yang terjadi kemudian sungguh diluar perkiraan saya.

Meski listrik hanya mati dalam hitungan detik, namun pagi itu tak ada satu orang pun yang menjerit karena kaget, bertingkah lebay atau sumpah serapah yang beberapa kali pernah saya dengar saat listrik tetiba mati.

Diluar dugaan, tak berselang lama ternyata hal serupa terjadi kembali. Lagi-lagi, mati listrik kali ini juga tanpa jeritan anak manusia. Saat listrik menyala, aktivitas kembali seperti sedia kala. Masing-masing dari kami menyelesaikan apa-apa yang harus dilakukan untuk bisa terbang ke kota tujuan.

Peristiwa semacam ini sungguh menampar saya sebagai sesama Warga Negara Indonesia yang kerap kali masih mengeluh saat listrik tetiba saja padam. Mereka lho, di bandara listrik mati dua kali saja nggak ngeluh, apalagi grusah-grusuh lalu menyalahkan pihak-pihak tertentu.

Dari peristiwa ini saya belajar bahwa harus ada toleransi agar keharmonisan NKRI ini tetap terjaga. Agar hal yang dirasa kurang menyenangkan tidak begitu saja muncul ke permukaan sehingga pencapaian-pencapaaian baik yang sudah dilakukan tidak melulu tertutup dengan konten negatif yang notabene berasal dari keluhan pribadi yang diketik dan dibagikan oleh jari-jemari kita sendiri. 

Kalau Indonesia dikenal karena berbagai konten postifnya kan yang menikmati kita sendiri juga. Saat kondisi aman, baik investor, wisatawan maupun pelaku usaha yang menanamkan modal, liburan ataupun mereka yang membangun bisnis di Indonesia tentu dapat menjalankan peran terbaiknya. Sebaliknya, kalau negeri kita dikenal dengan bebagai konten negatif yang dibagikan hampir setiap hari sehingga menimbulkan kerusuhan, suasana yang tidak aman juga gonjang-ganjing perekonomian yang sulit untuk dipediksikan, siapa lagi yang rugi kalau bukan diri kita sendiri? Padahal kalau sudah pernah mencoba berbagi konten baik, selain menjadi candu, aktivitas posituf semacam ini terbilang menyenangkan lho!

Gerakan #SebarkanBeritaBaik Itu Ternyata Juga Menyenangkan Lho!

“Jemari memang tidak disekolahkan, tapi bisa dikendalikan”.

Pada akhirnya hal di atas menjadi prinsip yang saya pegang saat bersosial media. Karena apapun alasannya, di era digital seperti saat ini, berbagai konten yang ditulis ataupun dibagikan di berbagai akun media sosial akan menjelma sebagai rujukan sekaligus penilaian pertama atas kualitas pribadi seseorang.  

Disadari atau tidak, menjaga keutuhan NKRI sekaligus membantu meningkatkan potensi ekonomi kreatif Indonesia dapat dimulai dengan mengabarkan konten baik, bukan sebaliknya, menyebarluaskan berita bohong yang berpotensi mengadu domba antar kita, warga negara Indonesia. Karena itulah saya tidak akan ragu untuk menyebarkan berbagai pencapaian pemerintah dalam membangun pelosok negeri.

Sebagai penikmat kuliner yang hobi jalan-jalan, membagikan konten positif dalam bentuk review produk karya anak bangsa, juga aneka rupa destinasi wisata yang pernah saya kunjungi menjadi pilihan konten yang kerap saya bagikan di media sosial. Selain mengenalkan indahnya nusantara, dari hal-hal kecil seperti mengenalkan makanan khas atau kain tradisional dari suatu daerah ternyata sangat menyenangkan. 

Mengenalkan sasirangan misalnya. Rasa-rasanya belum banyak yang tahu kalau sasirangan ini merupakan kain tradisional khas Banjarmasin yang kerap dikira jumputan (kain tradisional dari Palembang dan Solo). Padahal kalau dilihat dari namanya saja, sasirangan sudah menawarkan ciri khas tersendiri. 


Detail Motif Pada Kain Sasirangan (Dokumentasi Pribadi)
Konon nama sasirangan sendiri berasal dari kata sirang, yang dalam bahasa Banjar berarti jelujur. Kumpulan bekas jelujuran benang inilah yang membentuk motif yang begitu unik pada kain sasirangan. Sangat berbeda dengan jumputan yang motifnya berasal dari hasil teknik ikat celup tanpa dijelujur. Selain menjadi wujud nyata cinta Indonesia versi saya,  review positif atas berbagai produk local champion yang saya temui di daerah diharapkan dapat membantu meningkatkan awareness generasi muda untuk mengembangkan potensi ekonomi kreatif lokal.

Bagi saya pribadi keanekaragaman warisan nenek moyang di seantero nusantara bukan menjadi pembeda yang menjadi sumbu perpecahan. Sebaliknya, ragam warisan budaya yang ada justru menjadi kekayaan sekaligus pondasi kekuatan ekonomi kreatif Indonesia di masa yang akan datang. Semoga nanti ada rejeki buat jalan-jalan lagi ke pelosok negeri lagi supaya bisa mengenalkan konten positif berbasis kearifan lokal di daerah.

Kalau belum berkesempatan jalan-jalan di pelosok nusantara, kita bisa dimulai dengan menyebarkan pencapaian pemerintah yang dilakukan di sekitar tempat tinggal kita. Di Jogja sendiri ada banyak pencapaian pemerintah yang sangat patut diapresiasi. Beberapa diantaranya datang dari segi infrastruktur seperti dibangunnya jalur lingkar selatan yang dapat menjadi alternatif bagi pemudik maupun wisatawan yang ingin berkunjung ke deretan pantai keren yang terdapat di Kabupaten Gunungkidul.


Salah Satu Spot Pantai Pasir Putih di Gunungkidul (Dokumentasi Pribadi)
Selain memecah kemacetan, jalur ini memudahkan warga Jogja bagian selatan saat ingin berekreasi ke Gunungkidul. Rute memutar dari Bantul – Jogja – (baru) Gunungkidul kini dapat dipersingkat menjadi Bantul - Gunungkidul saja. Selain menyingkat bahan bakar dan waktu tempuh, pembangunan jalur lingkar selatan juga menumbuhkan geliat wirausaha warga (utamanya yang bergerak di bidang kuliner). Usai dibangun jalur baru ini, teman-teman tidak perlu khawatir mau makan apa saat melewati jalur lingkar selatan. Selain terdapat toko, kini banyak tersedia warung makan yang menyediakan aneka rupa kudapan. Tinggal pilih sesuai selera saja.

Berbagai fasilitas publik di Jogja pun terasa semakin membaik. Sebagai support sistem di bidang pendidikan, Jogja menawarkan dua perpustakaan keren yakni Grhatama Pustaka yang dinobatkan sebagai perpustakaan terbesar di Asia Tenggara, juga Perpus Kota Jogja yang menyediakan tempat nongkrong berbobot di salah satu kawasan strategisnya Jogja. Sebagai member perpustakaan, saya merasa cukup terbantu saat ingin baca buku baru tapi tengah malas mengeluarkan doku, hehehe.

Selain itu perbaikan berbagai fasilitas publik di Jogja juga gencar dilakukan. Di kawasan Malioboro misalnya. Selain memiliki toilet bawah tanah berkelas bintang lima, kini jantung wisata kota gudeg ini dilengkapi dengan area pedestrian yang luas dan nyaman. Area parkir di area Malioboro pun diatur sedemikian rupa agar tidak mengganggu para pejalan maupun wisatawan yang sengaja datang untuk menikmati romantisme titik nol Jogja.


Potensi Viral Kabar Baik dari Indonesia

Jika ada program satu hari kita ramai-ramai memposting satu kabar baik dari pelosok negeri dengan satu hastag yang seragam, tidak menutup kemungkinan bukan berita baik tersebut akan menjadi trending topik di dunia? Apalagi jumlah penduduk Indonesia yang melek internet bisa tidak bisa dikatakan sedikit. Hasil survei Asosiasi Pengguna Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2017 tentang penetrasi dan perilaku pengguna internet Indonesia menyebutkan bahwa ada jumlah pengguna internet Indonesia tahun 2017 mencapai 143,26 juta, naik 10 juta pengguna dari total pengguna internet di tahun sebelumnya.

Jika potensi ini kita manfaatkan untuk memposting berita baik dari seantero nusantara,  utamanya yang berhubungan dengan pengembangan potensi ekonomi kreatif lokal hingga menjadi trending topik dunia, bisa dibayangkan betapa besar manfaatnya bagi ribuan pelaku usaha di luar sana, bukan? Selain menjadi ajang promosi gratis produk UKM ke berbagai penjuru dunia, tentu hal ini dapat menjadi suntikan semangat bagi pelaku usaha dimanapun mereka berada.


Begitu pula sebaliknya. Jika masyarakat luas menelan mentah-mentah hingga merasa benar untuk langsung membagikan aneka rupa ujaran kebencian hingga berita bohong yang berpotensi mengadu-domba masyarakat kita di berbagai kanal media sosial, bisa dibayangkan potensi kerugian yang merongrong negeri ini bukan? Selain berpotensi menimbulkan gesekan yang berujung pada kerusuhan, tentu hal-hal semacam ini akan menjadi catatan hitam baik bagi wisatawan dan investor untuk kembali berlibur ataupun menginvestasikan sebagian dananya di Indonesia bukan? Kalau hal ini sampai terjadi, bisa dibilang yang rugi ya kita lagi, kita lagi.

Pertemuan Divisi Humas Polri dengan Netizen di Jogja, 2017 (Dokumentasi Pribadi)

Karena hal ini pula lah, berbagai pihak termasuk institusi pemerintah kita, tidak terkecuali pihak Divisi Humas Polri yang kerap menggelar acara jumpa netizen di berbagai daerah. Selain untuk membuka ruang komunikasi kepada khalayak ramai, utamanya para influencer agar senantiasa mengedepankan etika dalam bersosial media, komunikasi dua arah yang demikian penting dilakukan untuk meminimalisir sekaligus menanggulangi beredarnya konten negatif di dunia maya, termasuk ujaran kebencian juga berita bohong yang berpotensi merugikan masyarakat luas.

Memang ya, dari sekian cara hebat menjaga NKRI, rasa-rasanya hal kecil macam menahan jemari untuk tidak menyebarluaskan konten negatif dan berita bohong dapat menjadi pilihan termudah sekaligus termurah untuk dilakukan. 

Kalau bisa menyebarkan berita baik, ngapain juga harus ditunda-tunda? Ngomong-ngomong ada kabar baik apa nih dari teman-teman semua?

Salam hangat dari Jogja ya,
-Retno-

0 komentar:

Posting Komentar

 

Cerita NOLNIL Template by Ipietoon Cute Blog Design

Blogger Templates