Rabu, 16 September 2015

Meminimalisir Kemacetan Jakarta dengan Taat Berkendara dan Dua Hari Bebas Kendaraan Pribadi

Ilustrasi Senja Dambaan yang Tanpa Macet
(dokumentasi pribadi)
“Yah macet!”.

Kalimat ini pastinya sudah tidak asing lagi di telinga warga Jakarta. Selain dikenal sebagai ibu kota Indonesia, Jakarta juga cukup dikenal dengan problematika transportasinya yang terbilang cukup kompleks. Macet salah satunya. Cukup mudah rasanya menggali hasil penelitian berbagai lembaga kompeten yang fokus menghitung kerugian materiil akibat macet di Jakarta. Mulai dari pemborosan waktu hingga naiknya konsumsi bahan bakar yang tentu akan menyebabkan peningkatan produksi polutan dari kendaraan bermotor. Meski terkesan sepele namun kemacetan tentu dapat menurunkan produktivitas warga. Belum lagi masalah gangguan kesehatan yang dapat ditimbulkan, baik itu kesehatan jasmani seperti gangguan saluran pernafasan ataupun yang berkaitan dengan kesehatan mental, memicu stres misalnya.

Jika diulik, tentu akan ada banyak persoalan yang menjadi pemantik terciptanya kemacetan di berbagai ruas jalan raya di Jakarta. Mulai dari tidak sebandingnya infrastruktur seperti luasnya ruas jalan dengan jumlah kendaraan bermotor yang ada, pelanggaran aturan berkendara hingga alat transportasi publik yang dinilai kurang memadai seolah selalu menjadi benang kusut yang begitu sulit untuk diurai. Namun serumit apapun pemantik terjadinya kemacetan, sejatinya kita dapat ikut andil untuk mengatasi kemacetan Jakarta dengan cara yang terbilang cukup mudah.

Sebagai negara yang berlandaskan hukum, setiap warga negara tentu wajib menaati segala aturan yang berlaku. Termasuk aturan dalam berkendara. Meski terkesan sepele, namun menaati rambu-rambu lalu lintas sejatinya merupakan wujud nyata dalam mengatasi kemacetan ibu kota yang dapat dilakukan oleh siapa saja. Taat rambu-rambu lalu lintas misalnya. Saya rasa sebagian besar warga Jakarta sudah mengetahui arti dari masing-masing warna trafic light yang menyala berbagai persimpangan jalan. Warna hijau berarti dipersilahkan untuk jalan terus, warna kuning merupakan peringatan agar berkendara dengan hati-hati dan merah sebagai tanda wajib berhenti. Nah, sudahkah Anda mematuhi rambu-rambu dasar berkendara yang satu ini?

Meski terkesan sangat sepele, pelanggaran aturan berkendara seperti melanggar trafic light dapat memicu terjadinya kemacetan yang berkepanjangan. Misalnya saja saat lampu kuning mulai menyala. Pada kondisi seperti ini, rasa-rasanya masih cukup mudah ditemui pengendara kendaraan bermotor yang sengaja memacu kendaraan lebih cepat dari kecepatan semula. Tujuannya tentu sudah dapat ditebak, agar tidak terkena lampu merah. Padahal aturannya sudah jelas, lampu kuning merupakan peringatan supaya berkendara dengan hati-hati.

Tentu saja meningkatkan kecepatan saat lampu kuning mulai menyala bukan merupakan suatu bentuk sikap yang mencerminkan perilaku kehati-hatian seseorang. Sebaliknya, reaksi ini sangat berpotensi mengurangi sikap kehati-hatian seseorang. Pemicunya pun terbilang cukup banyak. Salah satunya adalah munculnya rasa panik si pengendara kendaraan bermotor, mulai dari rasa panik kalau-kalau ia melanggar trafic light, panik karena takut ditabrak oleh pengendara di belakangnya jika ia mengerem kendaraan secara mendadak dan tentu saja panik jikalau bertemu pengendara lain yang berada di sisi jalan yang berbeda, tepatnya adalah pengendara yang mulai melaju pesat karena lampu hijau di trafic light sudah menyala.  

Di sisi jalan yang lainnya, tidak jarang pula ditemui pengendara yang mulai menjalankan kendaraan bermotor beberapa detik sebelum lampu hijau menyala. Bahkan ada kemungkinan juga bahwa Anda akan mulai mendengar bunyi klakson dari pengendara di belakang Anda pada beberapa detik sebelum lampu hijau menyala. Meski hanya terpaut sekian detik, bayangkan jika pengendara yang ngebut karena takut terkena lampu merah bertemu dengan pengendara yang mulai memacu kembali kecepatan kendaraannya sebelum lampu hijau menyala. Jika keduanya sama-sama berkecepatan tinggi tentu Anda bisa membayangkan kemungkinan apa saja yang dapat terjadi. Entah berapa persentase kejadiannya, dalam hal ini resiko terjadinya kecelakaan tetaplah ada. Dan seperti yang diketahui bersama, terjadinya kecelakaan lalu lintas dapat pula memicu ataupun memperparah kemacetan. Apalagi jika terjadi di Jakarta.

Oiya, taat aturan sebenarnya juga tercermin dari berbagai aktivitas berkendara lainnya. Meski terkesan sepele, namun memberi tanda saat pengendara akan akan belok ataupun saat kendaraan diarahkan menuju ke jalan besar juga merupakan salah satu hal yang wajib diperhatikan lho! Tidak jarang saya menemui orang yang hanya mendahulukan celingukan ke arah belakang dibandingkan dengan memberi lampu peringatan pada pengendara yang ada di belakangnya. Tentu saja celingukan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi jalan di sisi belakang pengendara. Apakah ada kendaraan yang dipacu dengan kecepatan tinggi atau tidak. Padahal hal ini jauh lebih aman jika dilihat dari kaca spion bukan? Ini baru berbicara soal membelokkan kendaraan di jalan saja saja, belum hal lain seperti ketika pengendara ingin mengarahkan kendaraannya ke jalan lain yang lebih besar.

Meski hanya membelokkan kendaraan menuju ke jalan lainnya, namun hal ini pun seharusnya tidak luput dari sikap kehati-hatian. Jika ingin menuju ke jalan yang lebih besar, jangan arahkan kendaraan Anda secara sembarangan. Jalankan kendaraan secara perlahan lalu lihatlah dulu sisi kanan jalan baru yang akan Anda lewati. Adakah kendaraan lain yang sedang memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi. Jika tidak ada dan kondisi secara keseluruhan terlihat aman, baru arahkan kendaraan Anda ke jalan baru yang akan dituju. Meski terkesan sepele, namun hal ini tentu dapat meminimalisir resiko terjadinya kecelakaan lalu lintas, yang otomatis juga akan meminimalisir potensi kemacetan. Nah!

Hindari pula menggunakan jalur yang bukan semestinya, seperti menggunakan jalur khusus busway, melawan arus hingga merampas hak pejalan kaki saat berjalan di trotoar. Guna membantu mengatur tertib lalu lintas inilah peran polisi perlu dilakukan. Selain melakukan pengawasan secara bergilir pada jam krusial di berbagai ruas jalan yang rawan macet, polisi juga diperlukan untuk menertibkan lalu lintas jalanan. Harapannya tidak lain agar pengendara yang melanggar aturan dapat segera dimintai pertanggungjawaban.

Selain itu ada baiknya jika ada pemberlakuan dua hari (Senin dan Jum’at) bersama sepeda ataupun alat transportasi publik. Orang yang tempat tinggalnya tidak jauh dari kantor bisa memanfaatkan sepeda sebagai alat transportasi ke kantor, sedangkan yang tempat tinggalnya jauh dari perkantoran wajib menggunakan transportasi publik. Jika dapat dilakukan, hal ini bisa digunakan sebagai acuan perbandingan potensi kemacetan antara hari biasa dengan hari bebas kendaraan pribadi.

Dipilihnya hari Senin dan Jum’at juga didasarkan pada beberapa pertimbangan. Seperti yang diketahui bersama, hari Senin merupakan awal minggu dimana orang akan memulai mengencangkan ikat pinggang menyongsong target seminggu ke depan. Jika bisa mengurangi macet, diharapkan hal ini dapat memberi efek psikologi yang lebih baik bagi segenap warga Jakarta baik itu pelajar, karyawan, wirausahawan atau bahkan ibu rumah tangga saat menjalani rutinitas hariannya. Sedangkan pemilihan hari Jum’at tidak lain karena potensi macetnya terbilang lebih tinggi dibandingkan dengan hari biasanya.

Selain karena akhir pekan bagi karyawan kantoran yang menggunakan sistem 5 hari kerja, Jum’at adalah hari yang dinanti banyak karyawan untuk pulang kembali ke rumah agar bisa bertemu anggota keluarga yang berada di luar Jakarta. Tidak jarang bukan ditemui kelompok orang yang mudik di hari Jum’at lalu kembali ke Jakarta di Minggu malam ataupun Senin paginya? Selain itu ada pula yang ikut mengantri di jalan karena ingin menikmati liburan di luar Jakarta. Bagaimana dengan pendapat Anda?

0 komentar:

Posting Komentar

 

Cerita NOLNIL Template by Ipietoon Cute Blog Design

Blogger Templates