Selasa, 01 September 2015

Mulai Investasi Sebelum Mapan, Mau?

Contoh Kecil Investasi
(dokumen pribadi)


“Investasi?. Ah mendengar namanya saja sudah berasa gimana gitu!”.

Tidak bisa dipungkiri bahwa bagi sebagian orang istilah investasi sepertinya masih asing di telinga. Bahkan mungkin masih ada stigma yang melekat bahwa investasi hanya lekat pada tiga golongan orang saja. Mereka yang terlahir kaya raya, mereka yang sudah kaya atau golongan orang sudah mapan saja. Jadi jangan heran jika Anda bertanya tentang investasi kepada kerabat dekat, lalu Anda mendapatkan jawaban:

“Aku kan belum mapan, juga belum berpenghasilan besar. Mana ada pos dana untuk investasi!”.


Menurut pendapat saya pribadi, orang yang masih menjawab pertanyaan “Sudah sampai mana investasimu?” dengan jawaban di atas maka orang tersebut termasuk orang yang stagnan dan cenderung tidak gesit sama sekali dalam menghadapi perubahan jaman yang kian dinamis. Orang yang masih menjawab  demikian pasti menjawab dengan nada datar lengkap dengan semangat ala kadarnya. Padahal kalau dipikir-pikir, posisi mapan di sebuah perusahaan ataupun mereka yang berpenghasilan besar tentu akan memiliki pengeluaran yang jauh lebih besar daripada staf pemula.

Kita ambil contoh soal kecil saja. Terkait makan siang misalnya. Di awal kerja, makan bakso di emperan pun tak apa. Lain halnya kalau sudah naik jabatan atau ketika mulai dipercaya memegang citra perusahaan. Apalagi jika ditambah dengan jadwal kerja yang mulai padat. Meski siang itu sama-sama ingin makan bakso, umumnya orang akan mulai memperhatikan berbagai faktor pendukung lainnya. Mulai dari lokasi yang strategis, kebersihan tempat makan hingga fasilitas wifi yang mulai diperlukan. Meski makanannya sama, namun fasilitas yang berbeda tentu akan mempengaruhi harga yang tertera pada struk makan siang Anda.

Bukan apa-apa, umumnya semakin tinggi jabatan seseorang akan semakin tinggi pula tuntutan pekerjaan yang wajib dilakukan. Jadi faktor kebersihan pun akan mulai diperhatikan. Kenapa? Karena ini akan berpengaruh sekali pada kesehatan seseorang. Namun tidak semua orang suka jajan. Ada sebagian orang yang merelakan sedikit waktu di pagi hari guna mempersiapkan bekal untuk makan siang. Selain kebersihannya terpantau dan juga lebih hemat, waktu istirahat di siang hari bisa benar-benar digunakan untuk rileksasi. Kalau sekedar ingin makan bakso, membuat sendiri di rumah atau kos pun tidak masalah. Dengan demikian menunggu investasi kalau mapan ataupun naik naik jabatan tanpa dibarengi dengan pengaturan cashflow yang baik bisa dibilang sekedar alasan untuk menundanya saja bukan?

Selanjutnya saya ingin berbagi kisah yang sangat menarik. Ada kemungkinan juga bahwa cerinta ini nantinya akan memberi inspirasi bagi Anda. Tentu cerita ini masih ada kaitannya dengan investasi. Belum lama ini ada seorang tetangga saya yang menikah. Dalam tradisi kami, pihak laki-laki akan memberikan mahar berupa beberapa benda tertentu kepada pihak perempuan, salah satunya berupa uang dalam jumlah tertentu. Selain memberikan beberapa barang, dengar-dengar tetangga saya juga memberi uang sebesar 10 juta rupiah. Tak berhenti sampai di sini. Ternyata tetangga saya juga membeli perhiasan seharga 90 juta rupiah. Ini artinya ia memprioritaskan investasi jauh di atas sebuah gengsi bernama keglamoran. Di kota besar mungkin hal ini merupakan hal yang biasa saja. Namun di sebuah dusun kecil di selatan Jogja, hal ini terbilang cukup fenomenal.

Coba tebak apa pekerjaan tetangga saja tersebut. Jika Anda menjawab manager ataupun supervisor di sebuah perusahaan besar berarti jawaban Anda masih belum benar. Sekarang ini kedua posisi tersebut umumnya akan diisi oleh seseorang yang berpendidikan tertentu, seperti sarjana atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Tetangga saya tersebut tidak melanjutkan pendidikannya usai menempuh Sekolah Menengah Atas. Tulisan ini tidak dibuat dengan maksud meremehkan siapapun lho! Hanya ingin membuka wacana dan menyampaikan sebuah contoh menarik saja. Mungkin nantinya akan ada banyak pelajaran yang pantas untuk diteladani.

Tetangga saya tersebut bekerja sebagai karyawan pabrik. Setahu saya tetangga saya itu tidak memiliki pekerjaan sampingan. Sudah bisa dibayangkan berapa penghasilannya per bulan bukan? Bagi saya kasus ini cukup menggetarkan hati. Investasi tidak melulu lekat dengan golongan tertentu saja. Nyatanya tetangga saya juga bisa. Dia yang notabebe seorang laki-laki saja mampu mengatur cashflow bulanannya dengan begitu baik. Jadi apapun pekerjaan seseorang apapun background pendidikannya dan berapapun penghasilannya, cara mengatur keuangannya-lah yang menjadi faktor utama penentu sehat tidaknya kondisi keuangan seseorang. Saya pun mulai mengingat-ingat cerita yang disampaikan Ibu saya. Tak jarang Ibu memuji bagaimana piawainya tetangga saya ini dalam mengatur keuangannya. Meski menjadi anak tunggal, ia tidak hidup berfoya-foya ria. Ia jua tidak merokok.

“Ya mungkin dia pelit!”, celetuk  saya dalam hati ketika mendengar Ibu mulai menceritakan  kembali kepintaran tetangga saya dalam mengelola keuangannya.

Ternyata jawabannya tidaklah demikian. Ia tidak pelit. Buktinya sebelum menikah, ia pun sempat membelikan perhiasan untuk Ibunya. Ia juga memiliki motor laki-laki yang dimodifikasi sana sini. Ini artinya tetangga saya tersebut memang pandai memilah sekaligus memilih mana yang hal-hal masuk dalam daftar kebutuhan dan mana yang hanya boleh masuk dalam daftar keinginan belaka. Perhiasan seutuhnya memang investasi. Namun perawatan motor, selain untuk memenuhi kebutuhan, hal ini sekaligus juga dapat menjadi investasi. Kendaraan motor kuno yang mesin dan body-nya dirawat bisa dimasukkan dalam kategori investasi bukan?

Kembali lagi ke pesta pernikahan tetangga saya. Ia memilih untuk tidak merayakan pesta secara jor-joran alias berlebihan. Sederhana namun mempesona, begitulah gambaran singkatnya. Karena tetangga saya adalah pihak laki-laki, prosesi yang digelar di rumahnya adalah acara Ngunduh Mantu. Semacam acara penyambutan kedatangan kedua mempelai, utamanya sang menantu beserta keluarga besar dari pihak perempuan.

Dalam sebuah acara syukuran seperti ini, dua hal yang paling pokok adalah tempat perayaan dan sajian makanan. Tetangga saya memilih untuk menggelar acara ini di rumah. Pilihan ini tentu tidak memerlukan biaya sewa gedung bukan? Kedua, makanan yang disajikan dibuat sendiri. Di desa memang begitu, kalau ada perayaan, masakannya dibuat secara gotong royong dengan tetangga dekat. Setelah kedua hal tersebut terpenuhi, tetangga saya masih mampu mengundang pengisi pengajian ternama yang mampu mencairkan suasana. Tak hanya itu, acara Ngunduh Mantu ini juga diramaikan dengan pagelaran tari dari sebuah sanggar tari anak lokal yang berada di desa seberang. Bayangkan betapa pintarnya tetangga saya ini dalam memilih kebutuhan terkait prosesi pernikahannya. Bagaimana teman-teman, ada yang merasa sedikit tercerahkan dengan cerita saya barusan?

“Tapi aku kepikiran mau investasi kalau gajiku sudah tembus dua digit, jadi bisa aku sisain buat investasi”. Hmmm, meski terkesan klise, tapi coba pikirkan lagi. Gaji besar umumnya diperoleh ketika seseorang sudah berada pada posisi tertentu. Artinya kembali ke pokok bahasan yang pertama, lingkungan kita pun otomatis akan naik pangkat. Kalau tidak bisa mengatur cashflow bulanan ya sama saja. Jadi berapapun penghasilan yang didapatkan bulan ini, mulailah untuk menyisihkan untuk berinvestasi. Bisa ditabung, bisa untuk beli emas atau aset berharga lainnya, atau bisa juga diputar untuk wirausaha. 

Jadi bagaimana teman-teman, ada yang mau memulai investasi sebelum mapan? Kalau saya sih mau pakai banget. Kalau kamu? 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Cerita NOLNIL Template by Ipietoon Cute Blog Design

Blogger Templates