Selasa, 16 Januari 2018

Cara Mudah Mencintai Rupiah


Belanja dengan Rupiah (Dokumentasi Pribadi)
“Mbak, mau bayar hutang”, ucap Andri, rekan kerja saya di suatu siang.

“Maaf Mas, saya tidak menerima uang yang sudah lusuh”, jawab Mbak Diaz sesaat kemudian.

Mendengar jawaban ini, sontak saya dan beberapa kawan lainnya langsung mengalihkan pandangan pada keduanya.

Dih, gaya benar yang habis liburan dari luar negeri”, jawab Andri dengan nada cukup sinis, yang mungkin berbalut sedikit kejengkelan lantaran uangnya ditolak. Beberapa kawan lain pun ikutan mengejek Mbak Diaz karena menolak lembaran rupiah yang disodorkan Andri siang itu.

“Bedanya apa coba? Bukannya nominalnya sama saja?”, tambah Andri yang masih bingung dengan penolakan yang baru saja ia terima. Sebuah pertanyaan yang diam-diam juga saya ucapkan dalam hati.

“Kemarin pas aku liburan di luar, uangku kelipet dikit aja ditolak Mas. Sekarang aku mau menerapkan hal serupa pada rupiah”, jawabnya sembari tersenyum.
 

Betapa kagetnya saya mendapati jawaban demikian. Kaget yang bercampur kekaguman akan cara sederhana rekan kerja saya dalam mempraktekkan gerakan cinta rupiah dalam kehidupan sehari-hari. Kalau fisik rupiah di negeri sendiri saja tidak dihargai, bagaimana orang luar tertarik menghargai rupiah yang katanya kita bangga-banggakan ini bukan? Kekagetan saya semakin bertambah tatkala membaca paparan berita yang dimuat di laman CNN Indonesia pada Selasa, 14 Maret 2017 lalu yang mengungkapkan bahwa setiap tahunnya Bank Indonesia memusnahkan sekitar 200 triliun uang kertas yang lusuh dan tak layak. Suhaedi, Direktur Eksekutif Kepala Departemen Pengelolaan Uang Jumlah menjelaskan bahwa persentase uang yang dimusnahkan tersebut tersebut mencapai 35 hingga 40% dari nilai total uang yang diedarkan bank sentral yang menyentuh angka 560 sampai 600 triliun rupiah. 

Dan seperti hukum keseimbangan pada umumnya, penarikan dan pemusnahan uang yang tidak layak tersebut harus diimbangi dengan pencetakan uang yang baru. Selain membutuhkan biaya operasional dalam proses penarikan dan pemusnahan uang lusuh dan tidak layak, Suhaedi juga menjelaskan bahwasanya Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) juga memiliki keterbatasan dalam mencetak uang. Dalam hal ini, kemampuan cetak uang di Perum Peruri  sekitar 9 hingga 10 triliun setiap tahunnya.  

"Jadi kalau kita suka melipat, mencoret atau bahkan merusak lembaran rupiah dengan sengaja itu termasuk dalam penghamburan anggaran negara dong"? Catet ya, Ret!

Uang Nominal Kecil Paling Banyak Rusak
Ternyata sebagian besar uang yang dimusnahkan akibat rusak dan tidak layak tersebut merupakan uang dengan nominal rupiah kecil atau dibawah nominal Rp 10.000. Pecahan rupiah yang penjagaan fisiknya seringkali diabaikan begitu saja. Padahal berapapun nilainya, sebagai mata uang negara, rupiah tetap menjadi simbol martabat dan kedaulatan bangsa. Apalagi pada tahun 2016 yang lalu Bank Indonesia secara resmi menerbitkan dan mengedarkan uang NKRI Emisi 2016 yang desainnya mewakili seluruh wilayah Indonesia, dimana secara filosofi penerbitan rupiah desain baru ini merupakan simbol kedaulatan negara yang harus dihormati dan dibanggakan oleh seluruh warga negara Indonesia.

Selain memuat lambang negara, yakni Pancasila dan pahlawan nasional di bagian depan, lembaran mata uang NKRI Emisi tahun 2016 juga memuat ilustrasi keindahan alam hingga tarian yang menjadi salah satu kekuatan keanekaragaman budaya Indonesia. Dalam pecahan uang 100 ribu rupiah misalnya. Di sisi depan mata uang terdapat Pancasila sebagai Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Proklamator Republik Indonesia, Dr. (H.C) Ir. Sukarno dan Dr. (H.C) Drs. Mohammad Hatta, sedangkan di sisi belakang mata uang terdapat ilustrasi Raja Ampat dan Tari Topeng Betawi. Standar desain yang sama pun diberlakukan pada semua mata uang kertas NKRI Emisi 2016, tidak terkecuali dengan pecahan uang kecil. Kalau sudah tahu informasi ini tapi masih abai terhadap penjagaan fisik lembaran rupiah kita, apalagi melakukan diskriminasi penjagaan fisik atas nominal rupiah yang kecil, selain termasuk pemborosan anggaran negara, bisa dikatakan tidak menghargai jasa pahlawan juga potensi wisata dan budaya Indonesia dong? Catet lagi, Ret!

Cara Mudah Mencintai Rupiah
Ternyata cara mencintai rupiah yang dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari itu mudah lho! Salah satu diantaranya dapat dilakukan dengan merawat fisik rupiah yang kita miliki. Dimulai dari diri sendiri, dari dompet sendiri terlebih dahulu. Kalau sudah bisa rutin merawat rupiah milik sendiri, kebiasaan baik ini semoga dapat menular ke lingkungan sekitar kita. Tenang saja, merawat fisik rupiah itu mudah kok karena hanya perlu 5J saja yakni jangan dilipat, jangan dicoret, jangan diplester, jangan diremas dan jangan dibasahi.

Menghindari Lipatan dengan Memilih Dompet Panjang (dokumentasi Pribadi)

Terkait hal ini, saya ada sedikit tips yang mungkin dapat dicontoh agar Gerakan 5J tadi dapat dilakukan dengan begitu menyenangkan. Untuk mencegah terjadinya lipatan pada uang cash yang saya miliki, saya memilih menggunakan dompet panjang yang memungkinkan untuk menyimpan uang secara leluasa. Jadi, saat dimasukkan dalam dompet, saya yakin tidak akan ada uang kertas yang rusak karena terlipat. Jika ada ponakan yang biasanya diberi uang untuk ditabung di sekolah, tidak lupa saya beri sedikit edukasi merawat rupiah dengan cara yang begitu sederhana: 

“Biar tidak rusak, gimana kalau uang tabungannya dititip Mamah saja? Sayang kalau disakuin nanti jadinya kelipet-lipet?". Begitu kira-kira edukasi yang selama ini saya berikan  di circle terdekat saya.


Saya juga tidak pernah mencorat-coret meremas, memplester ataupun menstreples (mengklip) uang kertas di dalam dompet. Harap maklum, beberapa tahun terakhir saya membiasakan diri untuk membawa uang tunai seperlunya saja. Uang yang hanya saya pergunakan saat berbelanja di warung atau pasar tradisional. 

Saya memang hobi berbelanja di pasar. Selain untuk nglarisi pedagang-pedagang kecil yang berjualan di pasar, interaksi jual beli di pasar tradisional cukup menarik perhatian saya. Sebagai freelance content creator, interaksi yang terjadi di berbagai pasar yang sempat saya kunjungi acapkali memantik ide kreatif yang dapat dijadikan bahan reportase yang menarik. 

Rupiah Sebagai Mata Uang Dalam Prosesi Jual Beli di Pasar Terapung Lok Baintan (Dokumentasi Pribadi)
Saat menikmati prosesi jual beli di Pasar Terapung Lok Baintan misalnya. Selain menawarkan sensasi berbelanja yang cukup berbeda dengan kebanyakan pasar di Indonesia, pasar unik ini juga menawarkan pesona peradaban sungai khas Indonesia yang masih asli. Senang rasanya bisa membelanjakan rupiah di salah satu pasar terapung Indonesia yang mendunia ini. Apalagi melihat senyum para acil saat meneruma lembaran rupiah yang wujud fisiknya terbilang masih baik. Dalam Bahasa Banjar, “acil berarti bibi. Karena sebagian besar penjual di pasar terapung ini merupakan wanita, jadilah sebutan acil ini kerap diidentikkan dengan bibi-bibi yang berjualan di atas jukung, sebutan untuk perahu tradisional khas Kalimantan. 

Sebagai pasar lokal yang mendunia, tidak hanya wisatawan lokal saja yang tertarik berbelanja di Lok Baintan. Dua kali ke sana, saya selalu bertemu wisatawan asing yang sengaja datang ke Indonesia untuk menikmati sensasi belanja di atas klotok. Tak jarang mereka menyewa klotok secara eksklusif saat berbelanja di Lok Baintan. Klotok sendiri merupakan sebutan perahu bermotor yang banyak digunakan di sekitar Pulau Kalimantan. Bunyi mesin yang mengeluarkan suara "tok tok tok" inilah yang membuat perahu mesin di sana dinamakan klotok.

Rupiah Sebagai Mata Uang Dalam Prosesi Jual Beli di Pasar Terapung Lok Baintan (Dokumentasi Pribadi)


Sesampainya di sana, turis-turis asing ini tidak hanya menikmati riuh indahnya Lok Baintan lho! Tapi mereka juga membeli berbagai makanan, buah ataupun souvenir yang dijual para acil. Kalau berkesempatan berkunjung ke sini, saya merekomendasikan beberapa kuliner enak khas Banjar seperti Soto Banjar, aneka wadai (kue), telur asin yang legit serta berbagai buah-buahan yang konon dipetik sendiri dari kebun acil seperti jeruk, pisang, kuini hingga buah kasturi. 

Menariknya, berbagai transaksi jual beli di sini dilakukan menggunakan mata uang rupiah, bukan mata uang lainnya. Senang rasanya mendapati implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 yang mengatur kewajiban penggunaan rupiah dalam setiap transaksi perekonomian yang dilakukan di Indonesia itu ternyata berlaku pula di pasar kenamaan ini. Kalau wisatawan asing saja tunduk pada peraturan di Indonesia, sudah seharusnya bukan kalau kita juga wajib menaatinya? Ngomong-ngomong pada ikutan senang nggak sih melihat acil menerima pecahan rupiah dengan kondisi fisik yang masih baik seperti yang terekam pada foto di atas? Kalau aku sih yes^^

Kalau kita berkesempatan mengunjungi berbagai tempat di pelosok nusantara seperti ini bisa dimanfaatkan juga untuk mengedukasi pelaku kreatif lokal agar tidak tertipu dengan peredaran uang palsu. Bagaimanapun juga, pedagang-pedagang di ribuan pasar di Indonesia ini merupakan salah satu pihak yang beresiko tinggi tertipu rupiah palsu. Tidak ada yang salah rasanya jika kita turut mengkampanyekan wujud asli rupiah yang kita cintai ini. Apalagi caranya terbilang sangat mudah, cukup dengan 3D saja, yakni dilihat, diraba dan diterawang.


Karena dibuat dengan tingkat keamanan yang mumpuni, salah satu cara menentukan keaslian rupiah kita dapat dilihat dengan cara dilihat, apakah uang terlihat terang dan jelas atau tidak. Selain itu lihat pula berbagai detail asli rupiah seperti benang penganyam juga perisai Logo Bank Indonesia yang dapat berubah warna jika dilihat dari sudut berbeda. Untuk memudahkan mereka yang berkebutuhan khusus, lembaran rupiah kebanggaan kita ini juga dilengkapi dengan blind code bertekstur kasar yang terletak di sisi kiri bagian depan uang lembar uang rupiah. 

Tiga D yang terakhir adalah diterawang, dimana saat diterawang nanti lembaran mata uang rupiah kita  akan terlihat watermark gambar pahlawan, juga fitur pengaman yang dilakukan dengan metode rectoverso. Metode pengaman yang sempat booming di awal kemunculannya ini dibuat dengan teknik memecah gambar untuk diletakkan dengan posisi yang saling membelakangi namun dapat mengisi satu sama lain. Gambar yang dicetak di bagian depan dan belakang lembaran rupiah kita ini nantinya akan terlihat menyatu jika diterawang. Kalau proses pembuatannya saja sudah melalui tahapan dan tingkat pengamanan yang sedemikian baiknya, tanpa perlu diminta pun rasa-rasanya kewajiban merawat rupiah mutlak dilakukan.

Kalau nanti bisa jalan-jalan sekaligus mengedukasi pelaku kreatif yang ditemui disepanjang perjalanan kan seru ya? Ibarat peribahasa sekali menyelam, dua tiga pulau terlampaui. Selain dapat bekal ilmu di tempat yang baru,  berbagi ilmu pada mereka yang mungkin belum tahu itu terlampau menyenangkan lho! Tidak percaya? Segera coba saja gih!
 
Membatasi Kepemilikan Uang Cash
Membatasi kepemilikan uang cash di dompet bukan tanpa alasan tidak hanya dilakukan untuk sekedar gaya-gayaan semata. Hal ini saya lakukan untuk mendukung Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang resmi digalakkan Bank Indonesia sejak 14 Agustus tahun 2014 lalu. Gerakan mudah yang bermuara pula pada kecintaan saya pada rupiah. GNNT pun menawarkan berbagai kemudahan dalam berbelanja berbagai keperluan harian saya mulai dari icip-icip produk kuliner, UMKM maupun belanja kain tradisional khas nusantara melalui  online shop hingga membayar jasa transportasi yang digunakan sehari-hari. Selain itu dengan cash terbatas, diharapkan dapat memperkecil persentase kerusakan pada uang kertas, juga meminimalisir uang negara yang digunakan untuk operasional penarikan dan pemusnahan uang rusak dan tidak layak.

Aneka Tenun yang Dipesan Secara Via Online Shop (Dokumentasi Pribadi)

Menariknya lagi, Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) ini tidak hanya memudahkan kita dalam berbelanja saja, namun juga membuka peluang yang sama besarnya untuk menjadi seorang wirsusahawan. Hal ini tidak lain karena pembayaran online telah menjadi transaksi yang dilegalkan di negara kita. Jadi tak perlu panas-panasan lagi saat berjualan, tinggal promosi melalui dunia maya, deal dengan konsumen, transfer, beres! Ini salah satunya. Buku Foto tentang SDN Basirih 10 karya kawan saya Vebio Kusti Alamsyah. Selain dijual saat pameran, buku foto yang naskahnya saya tulis ini yang dijual secara online. Jadi usai pameran di Bandung pada Bulan Desember 2017 lalu, orang masih bisa memesan buku secara online. Ada lho pembeli dari Banjarmasin yang tertarik untuk mengkoleksi empat eksemplar sekaligus! Tentu saja proses pembayarannya tidak perlu tatap muka secara langsung. Tinggal transfer, beres! Buku yang dikirim dari Jakarta pun telah sampai ke Banjarmasin tanpa kekurangan suatu apapun. Terima kasih GNNT!

Buku Foto Merah Putih Coklat (Dokumentasi Vebrio Kusti A.)

Karena sudah terbiasa membawa sedikit uang cash, kalau suatu hari saya dapat rejeki lebih yang dibayarkan secara tunai, sebagian diantaranya saya tabung di Bank. Oiya, ngomong-ngomong tabungan saya ini dalam bentuk IDR ya. Saya belanja dengan rupiah, tabungan di bank pun disimpan dalam bentuk rupiah, bukan mata uang asing.

Menabung Rupiah di Bank (Dokumentasi Pribadi)
 Penutup
 

Selain bertujuan mendorong berdaulatnya rupiah di negeri sendiri, penghargaan kita akan rupiah diharapkan mampu mensejajarkan mata uang Indonesia dengan berbagai mata uang utama dunia. Karena itulah jika kita mampu menjaga fisik rupiah mulai dari diri sendiri, dari uang yang ada di dompet kita masing-masing, apalagi kalau kita dapat menularkan vibe positif ini pada orang di sekitar kita, bisa dibayangkan berapa nominal penghematan anggaran negara dari hal-hal kecil macam ini bukan? Mari kita jaga agar rupiah senantiasa berdaulat di seantero Indonesia.


Salam hangat dari Jogja,
-Retno-




*Artikel ini diikutkan dalam Blog Competition dengan Tema Cinta Rupiah yang diadakan oleh Net Mediatama Televisi (NET Media) dan Bank Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Cerita NOLNIL Template by Ipietoon Cute Blog Design

Blogger Templates