Jika ditanya apa yang pertama kali diingat seseorang ketika
mendengar Banjarmasin, mungkin sebagian orang yang pernah menginjakkan kakinya di
Tanah Banjar akan menjawab satu dari tiga ikon khas kota seribu sungai seperti
sasirangan, patung bekantan raksasa ataupun Menara Pandang Siring Tendean. Maklum,
ketiga ikon wisata tersebut terletak di lokasi yang cukup berdekatan. Kampung
Sasirangan misalnya. Dari area Menara Pandang yang terletak di Jalan Kapten
Tendean, sentra pembuatan kain sirang di Banjarmasin ini dapat dilaju dengan
berjalan kaki dengan waktu yang cukup singkat, sekitar 10 menit saja.
Menara Pandang Siring Tendean (dokumentasi pribadi) |
Lain halnya
dengan sebagian masyarakat awam yang belum terlalu mengenal Banjarmasin.
Sebagian dari mereka mungkin masih mengidentikkan kota cantik ini dengan pasar
terapung, dimana salah satunya terletak di Lok Baintan. Belum ke Banjarmasin
kalau belum sampai di Lok Baintan. Begitu kira-kira. Padahal secara
administratif Lok Baintan merupakan bagian dari Kabupaten Banjar, batas sisi
timur Kota Banjarmasin.
Meskipun identik
dengan Lok Baintan, namun sasirangan tetap menjadi pilihan buah tangan yang
kerap dibawa pulang banyak wisatawan. Sayangnya sebagian orang masih belum bisa
membedakan sasirangan dengan kain ikat celup seperti jumputan Palembang ataupun
shibori khas Jepang. Padahal jika ditelisik lebih lanjut, dipastikan
kawan-kawan akan menemukan bekas tusukan jarum di sepanjang motif
sasirangan. Karena bekas jelujuran inilah kain kebanggaan warga Banjar
tersebut dinamakan sasirangan. Konon nama sasirangan berasal dari kata sirang,
yang dalam Bahasa Banjar berarti dijelujur. Walau belum setenar batik, lurik
ataupun beragam tenun cantik dari berbagai penjuru nusantara, namun
berkesempatan mengenal sasirangan ternyata begitu menyenangkan. Apalagi jika
bisa belajar langsung dengan pengrajinnya.
Salah Satu Sasirangan Karya Mas Orie (dokumentasi pribadi) |
Adalah Mas Orie,
seorang seniman sekaligus pemilik brand sasirangan terkemuka di Banjarmasin
yang dikenal dengan motif seribu sungainya, Orie Sasirangan. Perpaduan motif
yang begitu detail, lengkap dengan kombinasi warna begitu unik menjadi ciri
khas produk Orie Sasirangan.Kalau berkesempatan belajar langsung dengan beliau,
dipastikan kawan-kawan dapat langsung mengenali sasirangan buatan Mas Orie
dalam sekali tebak.
“Motif seribu
satu sungai merupakan salah satu motif andalan saya. Pembuatan motif ini
terinspirasi dari lanskap kota Banjarmasin yang dikelilingi ratusan sungai
sehingga dikenal luas dengan sebutan kota seribu sungai. Proses pembuatan motif
ini tidak menggunakan cetakan seperti sasirangan pada umumnya, namun saya
gambar langsung di kain. Jadi motif yang saya gambar ini sifatnya ekslusif
karena tidak akan ada sasirangan yang berhasil dibuat dengan motif yang 100%
sama. Begitu pun dengan metode pewarnaannya, saya tidak punya takaran yang
pasti. Jadi selain menghasilkan motif yang berbeda, pewarnaan tanpa takaran ini
akan menghasilkan warna sasirangan yang berbeda satu dengan lainnya",
paparnya di suatu siang.
Saya
mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti sekaligus ternganga akan hasil
sasirangan yang tampak begitu "hidup" ini.
Penjelasan Mas
Orie siang itu dilajutkan dengan praktek pembuatan sasirangan, mulai dari
menggambar motif, menjelujur, mewarnai hingga mengguntingi jelujuran benang
yang berada di sepanjang motif sasirangan. Beruntungnya, saya dan beberapa
kawan yang berkunjung di Butik Mas Orie juga berkesempatan untuk praktek
membuat sasirangan. Yeay!
Siang itu Mas
Orie mulai menggambar motif sembari bercerita tentang sejarah sasirangan.
“Dulunya
sasirangan merupakan bagian dari pengobatan yang dikenal luas dengan sebutan
kain pamintaan atau kain permintaan. Dalam proses pembuatannya, baik motif
maupun warna kain pamintaan akan disesuaikan kebutuhan ataupun permintaan
konsumen. Kain sakral ini biasa digunakan dengan tenun sarigading”, begitu kira-kira kalimat pembuka yang diutarakan beliau siang itu.
Contoh Kain Pamintaan (dokumentasi pribadi) |
Tenun Sarigading di Museum Lambung Mangkurat (dokumentasi pribadi) |
Keterangan Terkait Tenun Sarigading di Museum Lambung Mangkurat (dokumentasi pribadi) |
Hal senada juga
dikemukakan Pak Redho, penggiat sasirangan warna alam di Banjarmasin yang saya
temui di lain hari. “Selain digunakan sebagai ikat kepala ataupun kerudung, ada
pula kain pamintaan yang digunakan bersamaan dengan tenun sarigading,
salah satu tenun yang masih dapat ditemui di sekitar Banjarmasin. Setidaknya
ada 14 motif kain pamintaan yang tercatat dalam sejarah. Masing-masing motif
tersebut memiliki makna serta harapan tersendiri. Motif Halilipan misalnya. Motif
ini menggambarkan harapkan supaya sang peminta kain tidak lagi dirundung rasa
nyeri”, tutur Pak Redho sembari membawa buku karangannya yang berjudul
"Mengenal Kain Tradisional Kalimantan Selatan dan Cara Mudah Membuat Kain
Sasirangan Warna Alam".
Sebagai penyuka
wastra, mengenal kain tradisional langsung dari pengrajin menjadi hal yang
begitu menggembirakan. Kalau ada rejeki lebih, pasti akan saya beli sebagai hadiah pribadi. Sebagai pekerja lepas dengan anggaran liburan yang masih
terbilang pas-pasan, bertemu pengrajin kain tradisional di daerah bak "sekali
menyelam, dua tiga pulau terlampaui". Di satu sisi ketemu kain-kain
menawan ini bisa nyenengin hati, namun di sisi lain juga bisa jadi
alternatif buat ngisi dompet lagi karena seringkali ada teman yang nitip dibelikan
atau sekalian minta untuk dijahitkan.
Contoh Desain Gambar Motif Halilipan Karya Mas Orie (dokumentasi pribadi) |
Usai menggambar,
Mas Orie kembali menjelaskan rangkaian proses pembuatan sasirangan.
“Setelah
digambar, semua motif ini akan dijelujur oleh ibu-ibu yang berada di belakang
kawan-kawan. Kain dengan motif yang rapat bisa dijelujur hingga satu minggu,
dengan upah jelujur mencapai tiga ratus ribu. Setelah itu barulah kain sirang
dapat diwarna lalu dijemur hingga kering. Terakhir, tinggal membersihkan tisikan
benang menggunakan gunting”, terang Mas Orie kemudian.
Dengan proses
pembuatan yang demikian panjang, tidak mengherankan jika sasirangan karya Mas
Orie dihargai begitu tinggi. Dari Mas Orie, saya belajar arti kesabaran dalam
berkarya. Meski memberdayakan banyak perempuan di sana, Mas Orie tidak sombong
sama sekali.
Hasil Jelujuran Ibu-Ibu di Workshop Mas Orie (dokumentasi prbadi) |
“Benar-benar
joss”, batin saya dalam hati.
“Tuh kan,
jalan-jalan selalu sukses membuat saya bersyukur atas berbagai kesempatan yang
kedatangannya seringkali tak dapat diduga, begitupun dengan kesempatan terbang pertama
saya bersama Traveloka setahun silam”.
Sebagian orang
mengenal Traveloka sebagai aplikasi penyedia akomodasi liburan yang
menyenangkan. Namun bagi saya, aplikasi ini lebih dari sekedar penyedia layanan
akomodasi untuk jalan-jalan. Seringkali Traveloka juga menjadi jujukan memilih
akomodasi untuk urusan pekerjaan, salah satunya yang berkaitan dengan pembelian
tiket pesawat.
“Nanti kalau Mbak
Ret mau reschedule jadwal atau tujuan kepulangan dari Banjarmasin,
langsung hubungi saya ya. Itu
tiket di Traveloka murah-murah kok”, begitu kata manajer lapangan saya beberapa
bulan lalu.
Mobilitas yang
begitu tinggi dalam dunia kerja menuntut siapapun juga untuk cepat sampai di tempat
kerja. Dengan fitur best price finder Traveloka, usai tujuan dan waktu
penggunaan selesai diketik, beberapa detik kemudian aplikasi ini sudah
menampilkan penawaran harga terbaik dari berbagai maskapai penerbangan, lengkap
dengan alokasi waktu untuk sampai ke daerah tujuan. Jadi tinggal pilih saja
yang sesuai dengan anggaran dan ketersediaan waktu kita. Sudah mudah dan cepat,
lebih hemat pula.
Contoh Penggunaan Aplikasi Traveloka yang Begitu Mudah |
Selain menawarkan
best price finder dengan harga jujur (tanpa tambahan harga), aplikasi yang diinstal lebih dari 10 juta pengunduh
ini juga menawarkan berbagai fitur menarik, salah satunya adalah easy
reschedule. Fitur ini tentu sangat bermanfaat tatkala terjadi perubahan jadwal
kerja yang begitu mendadak. Asyiknya lagi, kalau sudah reschedule di
Traveloka itu kita tidak perlu repot-repot lagi untuk konfirmasi ke maskapai.
Keelokan
fasilitas yang disediakan Traveloka tidak berhenti sampai di sini karena situs
kesayangan jutaan umat manusia ini masih menyediakan layanan 30 days refund
guarantee, price alert hingga flight reminder. Menariknya lagi berbagai layanan di Traveloka dirancang sedemikian hebatnya sehingga berbagai fitur di atas sangat mudah untuk digunakan. Jadi tak perlu rasanya menuliskan kembali bagaimana cara penggunaan aplikasi pintar yang satu ini.
Saya sendiri
mengenal Traveloka tatkala memenangkan sebuah lomba blog yang diadakan Agustus tahun lalu. Mengulas tentang kekaguman akan tapis Lampung menghantarkan saya
berkunjung ke Cagar Alam Krakatau dengan cuma-cuma. Yang
lebih mengesankan lagi, lomba ini juga menjadi perantara saya merasakan
pengalaman “terbang” pertama di udara.
Keindahan Tapis Lampung (dokumentasi pribadi) |
Jadilah saat
pertama kali menerima tiket pesawat, saya amati betul detail informasi yang
tertera di e-ticket Traveloka. Setelah diamati dengan seksama, di sudut
kiri bawah ada informasi yang menarik perhatian saya.
“Tidak perlu
print!”, begitu katanya. Bagi saya hal semacam ini patut untuk diapresiasi.
Selain menghemat kertas, juga dapat mengurangi populasi sampah yang kian tahun
kian bertambah saja jumlahnya.
Selain menjadi moment berharga karena menjadi bagian dari penerbangan perdana saya, Jelajah Krakatau kala itu rasa-rasanya juga menjadi salah perantara mengapa diterima menjadi salah satu peserta program live in pelaku kreatif di Banjarmasin yang dihelat sejak Juli hingga awal November ini.
Usai program live in di Banjarmasin berakhir, mulailah saya membereskan kamar yang telah terbengkalai sekian lama. Sewaktu merapikan lemari, secara tidak disengaja saya menemukan uang merah seratus rupiah. Salah satu pecahan rupiah yang pernah hits di era 90-an. Meski sudah tidak digunakan lagi, ibu sengaja menyimpan beberapa lembar uang lama. “Kalau nanti butuh buat ospek kan tidak perlu repot-repot nyari, tinggal ambil saja di lemari”, begitu katanya.
Selain menjadi moment berharga karena menjadi bagian dari penerbangan perdana saya, Jelajah Krakatau kala itu rasa-rasanya juga menjadi salah perantara mengapa diterima menjadi salah satu peserta program live in pelaku kreatif di Banjarmasin yang dihelat sejak Juli hingga awal November ini.
Usai program live in di Banjarmasin berakhir, mulailah saya membereskan kamar yang telah terbengkalai sekian lama. Sewaktu merapikan lemari, secara tidak disengaja saya menemukan uang merah seratus rupiah. Salah satu pecahan rupiah yang pernah hits di era 90-an. Meski sudah tidak digunakan lagi, ibu sengaja menyimpan beberapa lembar uang lama. “Kalau nanti butuh buat ospek kan tidak perlu repot-repot nyari, tinggal ambil saja di lemari”, begitu katanya.
Mendapati
selembar uang merah tersebut mau tak mau mengingatkan saya akan salah satu moment
terbaik di tahun 2016 silam. Salam hangat "tabik pun" di pinggir Pantai Sari Ringgung pagi itu tentu tak kan
terlupa sampai kapan pun juga. Sama seperti kenangan #jadibisa terbang pertama
dengan tiket dari Traveloka.
Usai proyek live in saya berakhir, segala urusan yang berkaitan dengan akomodasi tentu harus diurus sendiri. Untung saya sudah instal aplikasi pintar bernama Traveloka. Aplikasi ini sangat membantu rencana saya saat merencanakan kegiatan yang sesuai dengan anggaran di tabungan. Dengan Traveloka, rencana explore wastra nusantara jadi lebih mudah dan murah.
Usai proyek live in saya berakhir, segala urusan yang berkaitan dengan akomodasi tentu harus diurus sendiri. Untung saya sudah instal aplikasi pintar bernama Traveloka. Aplikasi ini sangat membantu rencana saya saat merencanakan kegiatan yang sesuai dengan anggaran di tabungan. Dengan Traveloka, rencana explore wastra nusantara jadi lebih mudah dan murah.
Salam hangat dari
Jogja
-Retno-
0 komentar:
Posting Komentar