“Jika dirawat dengan baik, tikar
purun ini dapat bertahan hingga satu dasawarsa. Untuk membuat tikar besar dibutuhkan
tiga ikat purun, dengan harga per ikat sebesar Rp 10.000. Setelah ditumbuk dan
dianyam, tikar dijual seharga Rp 50.000. Di sini upah menganyam dianggap sebagai
keuntungan. Sebagai pekerjaan sampingan di waktu luang, rerata keuntungan sebesar
15 hingga 20 ribu rupiah per produk tidak begitu dipermasalahkan”, begitu
kira-kira informasi yang saya dapat usai berdialog dengan puluhan pengrajin
purun yang tergabung dalam Kelompok Karang Lansia Sejahtera di Banjarmasin, Jum’at,
21 Juli 2017.
“Kalau tikar berwarna harganya berapa,
Nek?”, tanya saya lebih lanjut.
“Sama saja, Nak”, jawabnya
pelan.
Pengrajin Purun di Banjarmasin (Retno Septyorini, 2017) |
Karena masih membidik segmen
lokal, kalau dijual dengan harga yang lebih mahal akan kalah bersaing dengan
pengrajin lain yang tidak perlu membeli bahan baku. Padahal jika mau berinovasi,
bukan tidak mungkin
produk purun buatan nenek-nekek Banjar yang dianyam begitu rapi dan kuat ini mampu
menembus segmentasi pasar premium yang lebih luas dan terarah. Di sinilah peran
kreativitas mutlak diperlukan.
Mengenal Sektor Ekonomi Kreatif
Sentuhan kreativitas berbalut inovasi
dan pemanfaatan teknologi dapat meningkatkan nilai ekonomi suatu barang atau
jasa hingga berkali lipat. Kolaborasi dengan berbagai pelaku kreatif lokal
seperti pengrajin purun tadi diharapkan mempu memberikan ethical benefit sharing yang berkelanjutan, baik dalam segi pengalaman,
keterampilan hingga sisi keuangan.
Selain menyerap hingga 15.9 juta
penduduk Indonesia, data statistik dan survei
ekonomi kreatif tahun 2016 yang disusun Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf)
dan Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa kontribusi ekonomi kretif (ekraf)
nasional di tahun 2010-2015 mengalami rerata peningkatan sebesar 10,14% per
tahun dengan Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2015 meningkat dari 784,82
triliun rupiah di tahun 2014 menjadi 852,24 triliun rupiah.
“Berbagai fakta inilah yang
membuat ekraf dinilai berpotensi menjadi kekuatan baru perekonomian Indonesia
di masa yang akan datang”, begitu kiranya yang saya tangkap ketika membaca
berbagai sumber berita terkait perkembangan ekraf nasional saat mempersiapkan
diri mengikuti rangkaian seleksi sebuah program inovasi berpayung kolaborasi bernama
IKKON (Inovatif dan Kreatif melalui Kolaborasi Nusantara) April lalu.
Program live in 60 pelaku kreatif besutan Bekraf yang bertujuan mendorong
pengembangan potensi ekraf daerah ini melibatkan 12 bidang profesi meliputi desain
komunikasi visual, tekstil, fashion, produk, interior, arsitek, manajer
lapangan, specialist media, business advisor, antropolog, fotografer
dan videografer dengan lokasi penempatan meliputi Banjarmasin, Banyuwangi,
Bojonegoro, Toraja Utara dan Belu. Dalam program ini saya bergabung dalam tim media
Banjarmasin.
Peran Geospasial Dalam Mendorong Pengembangan Ekonomi Lokal
Benar kiranya statement yang diunggah dalam laman resmi
Bakosurtanal berikut ini, “Bahwasanya Informasi
Geospasial merupakan bagian penting dalam mewujudkan sistem informasi
yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung sektor publik dalam melaksanakan proses
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan, baik pada pemerintahan tingkat
pusat maupun tingkat daerah”. Apalagi jika kita dihadapkan pada tantangan pekerjaan
dengan batas waktu tertentu, seperti yang tengah saya jalani saat ini.
Proses Ideasi Tim (Retno Septyorini, 2017) |
Tahun ini IKKON dilaksanakan sejak bulan Juli hingga
Oktober, dengan tahapan kerja meliputi survei potensi, desain,
purwarupa dan penyempurnaan serta pameran, dimana setiap tahapan kerja harus
selesai dikerjakan di lapangan dalam tenggat waktu 14 hari. Bekerja di tempat
baru membuat kehadiran informasi maupun teknologi berbasis geospasial sangat
membantu kinerja tim untuk gerak cepat dan tepat sehingga menghasilkan output yang akurat.
Dalam UU
No. 4 2011 pasal 1 geospasial atau ruang kebumian adalah
aspek keruangan yang menunjukkan lokasi, letak, dan posisi suatu objek atau
kejadian yang berada di bawah, pada, atau di atas permukaan bumi yang
dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu. Salah satu produk yang memanfaatkan
informasi geospasial adalah peta, baik dalam format digital maupun versi cetak.
Sebagai bagian dari
tim media, peta versi digital menawarkan banyak manfaat. Selain berisi berbagai
data yang diperlukan, peta digital bermanfaat untuk menghitung waktu tempuh
sekaligus berbagai biaya operasional sehari-hari, utamanya yang berkaitan
dengan ongkos transportasi. Bentang alam Banjarmasin dengan 102 aliran sungai membuat
ongkos transportasi menjadi hal yang penting diketahui.
Kalau bisa ditempuh dengan
perjalanan darat, peta digital kami manfaatkan untuk mencari harga termurah
ojek online. Peta digital seringkali menghemat waktu perjalanan kami, salah
satunya saat supir mengetahui mengetahui jalur cepat menuju Pelabuhan Kuin, lokasi
syuting kami. Meski terkesan sepele, penghematan waktu seperti ini sangat
bermanfaat untuk memperbanyak pengambilan stok foto, video maupun wawancara dengan
narasumber.
Survei Potensi Via JalurAir (Retno Septyorini, 2017) |
Selain via darat, seringkali survei
potensi harus dilakukan dengan menyeberang ataupun menyusuri sungai. Di sungai
besar seperti Sungai Martapura ataupun Barito, perjalanan bisa ditempuh
menggunakan klotok atau kapal feri. Namun jika lokasi survei berada di sungai
kecil seperti Sungai Kuin Kacil, sehari sebelumnya kami harus memastikan
ketersediaan jukung yang akan disewa.
Pemetaan Hasil Survei Potensi (Retno Septyorini, 2017) |
Lain halnya peta versi cetak. Di
asrama, terdapat empat peta besar yang kami gunakan dalam memetakan jalur
pengembangan wisata susur sungai, sekaligus pemetaan kerajinan khas Banjar yang
akan diajak berkolaborasi dalam program pengabdian ini. Semoga apa yang kami
lakukan selama ini berdampak baik dalam pengembangan ekraf di kota seribu
sungai, Banjarmasin.
Informasi selengkapnya terkait
geospasial dan IKKON dapat diikuti via big.go.id, bakosurtanal.go.id, kreativitas.id,
@halomasin atau @ikkon_2017.
Salam kreatif,
Jumlah kata 799.
Sumber referensi:
Badan Ekonomi Kreatif dan Badan Pusat
Statistik, 2016. Hasil Data Statistik dan Hasil Survei Ekonomi Kreatif tahun 2016,
diakses dari http://www.bekraf.go.id/berita/page/17/infografis-data-statistik-dan-hasil-survei-khusus-ekonomi-kreatif
Launching Publikasi Ekonomi
Kreatif 2016. Badan Ekonomi Kreatif dan Badan Pusat Statistik, diakses dari https://www.bps.go.id/KegiatanLain/view/id/171
Undang_Undang
Republik Indonesia No 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial, diakses dari http://www.bakosurtanal.go.id/assets/download/UU_IG/UU%20NO%204%20THN%202011%20TENTANG%20INFORMASI%20GEOSPASIAL.pdf
0 komentar:
Posting Komentar