Contoh Kecil Investasi (dokumen pribadi) |
“Investasi?. Ah
mendengar namanya saja sudah berasa gimana gitu!”.
Tidak bisa dipungkiri
bahwa bagi sebagian orang istilah investasi sepertinya masih asing di telinga.
Bahkan mungkin masih ada stigma yang melekat bahwa investasi hanya lekat pada
tiga golongan orang saja. Mereka yang terlahir kaya raya, mereka yang sudah kaya atau golongan orang sudah mapan saja. Jadi jangan heran jika Anda bertanya tentang
investasi kepada kerabat dekat, lalu Anda mendapatkan jawaban:
“Aku kan belum mapan, juga
belum berpenghasilan besar. Mana ada pos dana untuk investasi!”.
Menurut pendapat saya pribadi, orang yang masih menjawab pertanyaan “Sudah sampai mana investasimu?” dengan jawaban di atas maka orang tersebut termasuk orang yang stagnan dan cenderung tidak gesit sama sekali dalam menghadapi perubahan jaman yang kian dinamis. Orang yang masih menjawab demikian pasti menjawab dengan nada datar lengkap dengan semangat ala kadarnya. Padahal kalau dipikir-pikir, posisi mapan di sebuah perusahaan ataupun mereka yang berpenghasilan besar tentu akan memiliki pengeluaran yang jauh lebih besar daripada staf pemula.
Kita ambil contoh soal
kecil saja. Terkait makan siang misalnya. Di awal kerja, makan bakso di emperan
pun tak apa. Lain halnya kalau sudah naik jabatan atau ketika mulai dipercaya
memegang citra perusahaan. Apalagi jika ditambah dengan jadwal kerja yang mulai
padat. Meski siang itu sama-sama ingin makan bakso, umumnya orang akan mulai memperhatikan
berbagai faktor pendukung lainnya. Mulai dari lokasi yang strategis, kebersihan
tempat makan hingga fasilitas wifi yang mulai diperlukan. Meski makanannya
sama, namun fasilitas yang berbeda tentu akan mempengaruhi harga yang tertera
pada struk makan siang Anda.
Bukan apa-apa, umumnya semakin
tinggi jabatan seseorang akan semakin tinggi pula tuntutan pekerjaan yang wajib
dilakukan. Jadi faktor kebersihan pun akan mulai diperhatikan. Kenapa? Karena
ini akan berpengaruh sekali pada kesehatan seseorang. Namun tidak semua orang
suka jajan. Ada sebagian orang yang merelakan sedikit waktu di pagi hari guna
mempersiapkan bekal untuk makan siang. Selain kebersihannya terpantau dan juga
lebih hemat, waktu istirahat di siang hari bisa benar-benar digunakan untuk
rileksasi. Kalau sekedar ingin makan bakso, membuat sendiri di rumah atau kos
pun tidak masalah. Dengan demikian menunggu investasi kalau mapan ataupun naik naik
jabatan tanpa dibarengi dengan pengaturan cashflow
yang baik bisa dibilang sekedar alasan untuk menundanya saja bukan?
Selanjutnya saya ingin berbagi
kisah yang sangat menarik. Ada kemungkinan juga bahwa cerinta ini nantinya akan
memberi inspirasi bagi Anda. Tentu cerita ini masih ada kaitannya dengan investasi.
Belum lama ini ada seorang tetangga saya yang menikah. Dalam tradisi kami, pihak
laki-laki akan memberikan mahar berupa beberapa benda tertentu kepada pihak
perempuan, salah satunya berupa uang dalam jumlah tertentu. Selain memberikan
beberapa barang, dengar-dengar tetangga saya juga memberi uang sebesar 10 juta
rupiah. Tak berhenti sampai di sini. Ternyata tetangga saya juga membeli
perhiasan seharga 90 juta rupiah. Ini artinya ia memprioritaskan investasi jauh
di atas sebuah gengsi bernama keglamoran. Di kota besar mungkin hal ini
merupakan hal yang biasa saja. Namun di sebuah dusun kecil di selatan Jogja,
hal ini terbilang cukup fenomenal.
Coba tebak apa pekerjaan
tetangga saja tersebut. Jika Anda menjawab manager ataupun supervisor di sebuah
perusahaan besar berarti jawaban Anda masih belum benar. Sekarang ini kedua
posisi tersebut umumnya akan diisi oleh seseorang yang berpendidikan tertentu,
seperti sarjana atau jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Tetangga saya
tersebut tidak melanjutkan pendidikannya usai menempuh Sekolah Menengah Atas. Tulisan
ini tidak dibuat dengan maksud meremehkan siapapun lho! Hanya ingin membuka wacana dan menyampaikan sebuah contoh
menarik saja. Mungkin nantinya akan ada banyak pelajaran yang pantas untuk
diteladani.
Tetangga saya tersebut bekerja
sebagai karyawan pabrik. Setahu saya tetangga saya itu tidak memiliki pekerjaan
sampingan. Sudah bisa dibayangkan berapa penghasilannya per bulan bukan? Bagi
saya kasus ini cukup menggetarkan hati. Investasi tidak melulu lekat dengan
golongan tertentu saja. Nyatanya tetangga saya juga bisa. Dia yang notabebe seorang
laki-laki saja mampu mengatur cashflow bulanannya
dengan begitu baik. Jadi apapun pekerjaan seseorang apapun background
pendidikannya dan berapapun penghasilannya, cara mengatur keuangannya-lah yang
menjadi faktor utama penentu sehat tidaknya kondisi keuangan seseorang. Saya pun
mulai mengingat-ingat cerita yang disampaikan Ibu saya. Tak jarang Ibu memuji
bagaimana piawainya tetangga saya ini dalam mengatur keuangannya. Meski menjadi
anak tunggal, ia tidak hidup berfoya-foya ria. Ia jua tidak merokok.
“Ya mungkin dia pelit!”, celetuk saya dalam hati ketika mendengar Ibu mulai
menceritakan kembali kepintaran tetangga saya dalam mengelola keuangannya.
Ternyata jawabannya
tidaklah demikian. Ia tidak pelit. Buktinya sebelum menikah, ia pun sempat
membelikan perhiasan untuk Ibunya. Ia juga memiliki motor laki-laki yang
dimodifikasi sana sini. Ini artinya tetangga saya tersebut memang pandai
memilah sekaligus memilih mana yang hal-hal masuk dalam daftar kebutuhan dan
mana yang hanya boleh masuk dalam daftar keinginan belaka. Perhiasan seutuhnya
memang investasi. Namun perawatan motor, selain untuk memenuhi kebutuhan, hal
ini sekaligus juga dapat menjadi investasi. Kendaraan motor kuno yang mesin dan
body-nya dirawat bisa dimasukkan
dalam kategori investasi bukan?
Kembali lagi ke pesta pernikahan
tetangga saya. Ia memilih untuk tidak merayakan pesta secara jor-joran alias berlebihan. Sederhana namun mempesona, begitulah
gambaran singkatnya. Karena tetangga saya adalah pihak laki-laki, prosesi yang
digelar di rumahnya adalah acara Ngunduh Mantu. Semacam acara penyambutan
kedatangan kedua mempelai, utamanya sang menantu beserta keluarga besar dari
pihak perempuan.
Dalam sebuah acara
syukuran seperti ini, dua hal yang paling pokok adalah tempat perayaan dan
sajian makanan. Tetangga saya memilih untuk menggelar acara ini di rumah. Pilihan ini tentu tidak memerlukan biaya sewa gedung bukan? Kedua, makanan yang disajikan dibuat sendiri. Di desa memang begitu, kalau ada perayaan, masakannya dibuat secara gotong royong dengan tetangga dekat. Setelah kedua hal tersebut terpenuhi, tetangga saya masih mampu mengundang pengisi
pengajian ternama yang mampu mencairkan suasana. Tak hanya itu, acara Ngunduh
Mantu ini juga diramaikan dengan pagelaran tari dari sebuah sanggar tari anak
lokal yang berada di desa seberang. Bayangkan betapa pintarnya tetangga saya
ini dalam memilih kebutuhan terkait prosesi pernikahannya. Bagaimana
teman-teman, ada yang merasa sedikit tercerahkan dengan cerita saya barusan?
“Tapi aku kepikiran mau investasi kalau gajiku
sudah tembus dua digit, jadi bisa aku sisain buat investasi”. Hmmm, meski
terkesan klise, tapi coba pikirkan lagi. Gaji besar umumnya diperoleh ketika
seseorang sudah berada pada posisi tertentu. Artinya kembali ke pokok bahasan
yang pertama, lingkungan kita pun otomatis akan naik pangkat. Kalau tidak bisa
mengatur cashflow bulanan ya sama
saja. Jadi berapapun penghasilan yang didapatkan bulan ini, mulailah untuk menyisihkan untuk berinvestasi. Bisa ditabung, bisa untuk beli emas atau aset berharga lainnya, atau bisa juga diputar untuk wirausaha.
Jadi bagaimana
teman-teman, ada yang mau memulai investasi sebelum mapan? Kalau saya sih mau pakai
banget. Kalau kamu?
0 komentar:
Posting Komentar