Ilustrasi Senja Dambaan yang Tanpa Macet (dokumentasi pribadi) |
“Yah
macet!”.
Kalimat
ini pastinya sudah tidak asing lagi di telinga warga Jakarta. Selain dikenal
sebagai ibu kota Indonesia, Jakarta juga cukup dikenal dengan problematika transportasinya yang terbilang cukup kompleks. Macet
salah satunya. Cukup mudah rasanya menggali hasil penelitian berbagai lembaga
kompeten yang fokus menghitung kerugian materiil akibat macet di Jakarta. Mulai dari pemborosan
waktu hingga naiknya konsumsi bahan bakar yang tentu akan menyebabkan
peningkatan produksi polutan dari kendaraan bermotor. Meski terkesan sepele namun kemacetan tentu dapat
menurunkan produktivitas warga. Belum lagi masalah gangguan kesehatan
yang dapat ditimbulkan,
baik itu kesehatan jasmani seperti
gangguan saluran pernafasan ataupun yang berkaitan dengan
kesehatan mental, memicu stres
misalnya.
Jika
diulik, tentu akan ada banyak persoalan yang menjadi pemantik terciptanya
kemacetan di berbagai ruas jalan raya di Jakarta.
Mulai dari tidak sebandingnya infrastruktur seperti luasnya ruas jalan dengan
jumlah kendaraan bermotor yang ada,
pelanggaran aturan berkendara
hingga alat transportasi publik yang dinilai kurang
memadai seolah selalu menjadi benang kusut yang begitu sulit untuk diurai. Namun
serumit apapun pemantik terjadinya kemacetan, sejatinya kita dapat ikut andil untuk
mengatasi kemacetan Jakarta dengan
cara yang terbilang cukup mudah.
Sebagai
negara yang berlandaskan hukum, setiap warga negara tentu wajib menaati segala
aturan yang berlaku. Termasuk aturan dalam berkendara. Meski terkesan sepele, namun
menaati rambu-rambu lalu lintas sejatinya merupakan wujud nyata dalam mengatasi
kemacetan ibu kota yang dapat
dilakukan oleh siapa saja. Taat rambu-rambu lalu lintas misalnya. Saya
rasa sebagian besar warga Jakarta sudah mengetahui arti dari masing-masing warna trafic light yang menyala berbagai
persimpangan jalan. Warna hijau berarti dipersilahkan untuk jalan terus, warna kuning merupakan
peringatan agar berkendara dengan hati-hati dan merah sebagai tanda wajib
berhenti. Nah, sudahkah
Anda mematuhi rambu-rambu dasar berkendara yang satu ini?
Meski
terkesan sangat sepele, pelanggaran aturan berkendara seperti melanggar trafic light dapat memicu terjadinya
kemacetan yang berkepanjangan. Misalnya saja saat lampu kuning mulai menyala.
Pada kondisi seperti ini, rasa-rasanya masih cukup mudah ditemui pengendara kendaraan
bermotor yang sengaja memacu kendaraan lebih cepat dari kecepatan semula.
Tujuannya tentu sudah
dapat ditebak, agar tidak terkena lampu merah. Padahal aturannya sudah jelas, lampu
kuning merupakan peringatan supaya berkendara dengan hati-hati.
Tentu
saja meningkatkan kecepatan saat lampu kuning mulai menyala bukan merupakan
suatu bentuk sikap yang mencerminkan perilaku kehati-hatian seseorang.
Sebaliknya, reaksi ini sangat berpotensi mengurangi sikap kehati-hatian
seseorang. Pemicunya pun terbilang cukup banyak. Salah satunya adalah munculnya rasa panik
si pengendara kendaraan bermotor,
mulai dari rasa panik
kalau-kalau ia melanggar trafic light,
panik karena takut ditabrak oleh pengendara di belakangnya jika ia mengerem kendaraan
secara mendadak dan tentu saja panik jikalau bertemu pengendara lain yang
berada di sisi jalan yang berbeda, tepatnya adalah pengendara yang mulai melaju
pesat karena lampu hijau di trafic light sudah
menyala.
Di
sisi jalan yang lainnya, tidak jarang pula ditemui pengendara yang mulai
menjalankan kendaraan bermotor beberapa detik sebelum lampu hijau menyala. Bahkan ada kemungkinan juga bahwa Anda akan mulai mendengar
bunyi klakson dari pengendara di belakang Anda pada beberapa detik sebelum lampu
hijau menyala. Meski hanya terpaut sekian detik, bayangkan jika pengendara yang
ngebut karena takut terkena lampu merah bertemu
dengan pengendara yang mulai memacu kembali kecepatan
kendaraannya sebelum lampu hijau menyala. Jika
keduanya sama-sama berkecepatan tinggi tentu Anda bisa membayangkan
kemungkinan apa
saja yang dapat terjadi. Entah berapa persentase
kejadiannya, dalam hal ini resiko terjadinya kecelakaan tetaplah ada. Dan seperti
yang diketahui bersama, terjadinya kecelakaan lalu lintas dapat pula memicu
ataupun memperparah kemacetan. Apalagi jika
terjadi di Jakarta.
Oiya,
taat aturan sebenarnya juga tercermin dari berbagai aktivitas
berkendara lainnya. Meski terkesan sepele, namun memberi
tanda saat pengendara akan
akan belok ataupun saat kendaraan
diarahkan menuju ke jalan besar juga merupakan salah satu hal yang wajib diperhatikan lho! Tidak jarang saya
menemui orang yang hanya mendahulukan celingukan ke arah belakang dibandingkan
dengan memberi lampu peringatan pada pengendara yang ada di belakangnya. Tentu
saja celingukan ini bertujuan untuk mengetahui kondisi jalan di sisi belakang
pengendara. Apakah ada kendaraan yang dipacu dengan kecepatan tinggi atau
tidak. Padahal hal ini jauh lebih aman jika dilihat dari kaca
spion bukan? Ini baru berbicara soal membelokkan kendaraan di jalan saja saja,
belum hal lain seperti
ketika pengendara ingin mengarahkan
kendaraannya
ke jalan lain yang
lebih besar.
Meski
hanya membelokkan kendaraan menuju ke jalan lainnya, namun hal ini pun
seharusnya tidak luput dari sikap kehati-hatian. Jika ingin menuju ke jalan yang lebih besar, jangan
arahkan kendaraan Anda secara sembarangan. Jalankan kendaraan secara perlahan
lalu lihatlah dulu sisi
kanan jalan baru yang akan Anda lewati. Adakah kendaraan lain yang sedang
memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi. Jika tidak ada dan kondisi secara
keseluruhan terlihat aman, baru arahkan kendaraan Anda ke jalan baru yang akan
dituju. Meski terkesan sepele, namun hal ini tentu dapat
meminimalisir resiko terjadinya kecelakaan lalu lintas, yang otomatis juga akan
meminimalisir potensi kemacetan. Nah!
Hindari
pula menggunakan jalur yang bukan semestinya, seperti menggunakan jalur khusus
busway, melawan arus hingga
merampas hak pejalan kaki saat berjalan di trotoar. Guna membantu mengatur
tertib lalu lintas inilah peran
polisi perlu dilakukan. Selain melakukan
pengawasan secara bergilir pada jam krusial
di berbagai ruas jalan yang rawan macet,
polisi juga diperlukan untuk menertibkan lalu lintas jalanan. Harapannya tidak lain agar pengendara
yang melanggar aturan dapat
segera dimintai pertanggungjawaban.
Selain
itu ada baiknya jika ada pemberlakuan dua hari (Senin dan Jum’at) bersama sepeda
ataupun alat transportasi publik. Orang yang tempat tinggalnya tidak jauh dari
kantor bisa memanfaatkan sepeda sebagai alat transportasi ke kantor, sedangkan
yang tempat tinggalnya jauh dari perkantoran wajib menggunakan transportasi
publik. Jika dapat dilakukan, hal ini bisa digunakan sebagai acuan perbandingan
potensi kemacetan antara hari biasa dengan hari bebas kendaraan pribadi.
Dipilihnya
hari Senin dan Jum’at juga didasarkan pada beberapa pertimbangan. Seperti yang
diketahui bersama, hari Senin merupakan awal minggu dimana orang akan memulai
mengencangkan ikat pinggang menyongsong target seminggu ke depan. Jika bisa
mengurangi macet, diharapkan hal ini dapat memberi efek psikologi yang lebih
baik bagi segenap warga Jakarta baik itu pelajar, karyawan, wirausahawan atau
bahkan ibu rumah tangga saat menjalani rutinitas hariannya. Sedangkan pemilihan
hari Jum’at tidak lain karena potensi macetnya terbilang lebih tinggi
dibandingkan dengan hari biasanya.
Selain
karena akhir pekan bagi karyawan kantoran yang menggunakan sistem 5 hari kerja,
Jum’at adalah hari yang dinanti banyak karyawan untuk pulang kembali ke rumah agar
bisa bertemu anggota keluarga yang berada di luar Jakarta. Tidak jarang bukan
ditemui kelompok orang yang mudik di hari Jum’at lalu kembali ke Jakarta di Minggu
malam ataupun Senin paginya? Selain itu ada pula yang ikut mengantri di jalan karena
ingin menikmati liburan di luar Jakarta. Bagaimana dengan pendapat Anda?
0 komentar:
Posting Komentar