Minggu, 07 Januari 2018

Menguak Surga Tersembunyi di Kota Seribu Sungai



Bertemu Adik-Adik di SDN 10 Basirih Saat Akan Berangkat Menuju ke Sekolah (dokumentasi pribadi)

Selamat pagi dari Tanah Banua, sebuah kawasan indah nan mempesona yang dikenal luas oleh masyarakat Indonesia dengan sebutan Banjarmasin ^^

Tahun 2017 lalu, saya berkesempatan live in selama dua bulan di Banjarmasin, sebuah kota yang dilintasi 102 dua sungai. Banyaknya perlintasan sungai di Banjarmasin membuat sebuah peradaban sungai yang begitu elok nan mempesona. Tak ayal banyak wisatawan yang tertarik untuk menikmati indahnya pesona peradaban sungai, memperdalam pengetahuan sosial ataupun ilmu ekologi bahkan ada pula yang memilih menghabiskan sisa waktunya di kota cantik ini.

Saking indahnya Tanah Banua kita ini Mbak Retno, sampai-sampai ada warga asing yang memilih untuk menghabiskan waktunya di Banjarmasin”, begitu kata Bapak Mukani, guide yang menemani tim kami pagi itu.



Pagi ini kami akan menuju ke Pasar Terapung Lok Baintan yang berada di Kabupaten Banjar. Meski terletak di Kabupaten Banjar, pasar terapung yang sudah beroperasi selama ratusan tahun ini masih menjadi destinasi wisata pilihan wisatawan yang singgah di Banjarmasin. Kali ini kami memulai perjalanan menuju Pasar Terapung Lok Baintan melalui dermaga baru yang terletak di Siring Tendean. Setelah semua peserta trip datang, kami berbegas naik klotok, sebutan untuk perahu mesin yang ada di Pulau Kalimantan.

Rumah Panggung di Sepanjang Sungai (dokumentasi pribadi)

“Sebagai kota sungai, Banjarmasin tidak memiliki alun-alun layaknya kebanyakan kota di Pulau Jawa. Karena peradaban kami itu dulunya terpusat di sungai, hingga kini sungai menjadi bagian dari urat nadi kehidupan kami”, begitu terang Pak Jimmie, wakil Dinas Pariwisata Kota Banjarmasin yang sempat saya temui di Menara Pandang beberapa waktu yang lalu.

Menara Pandang sendiri merupakan salah satu landmark di Kota Banjarmasin. Kalau di kota gudeg, Menara Pandang ini ibarat Malioboronya Jogja, tempat berkumpulnya kawula muda dari berbagai sudut kota. Bangunan berlantai empat ini merupakan tempat terbaik menikmati pesona Sungai Martapura dari tengah hiruk pikuknya Tanah Banua, sebutan lain untuk Kota Banjarmasin. Tak jauh dari sini teman-teman dapat menikmati Taman Siring sekaligus berfoto di Patung Bekantan Raksasa yang juga menjadi ikon kota seribu sungai ini.
 
Di sepanjang sungai menuju Lok Baintan, kawan-kawan akan menemukan berbagai destinasi wisata yang tak kalah mengagumkan di Banjarmasin. Salah satu diantaranya adalah Kompleks Dermaga Sungai Kuin Lama. Di dermaga bernuansa hijau ini teman-teman akan dimanjakan dengan eloknya ragam hias peninggalan peradaban sungai yang menjadi kekayaan sekaligus ciri khas dari kebudayaan di Tanah Banua. Lekuk-lekuk pahatan kayu di berbagai sudut dermaga, lengkap dengan lalu lalang perahu klotok milik warga membuat pesona Tanah Banjar terlihat begitu menawan. Coba sesekali teman-teman berkunjung ke sini lalu menikmati indahnya Sungai Kuin dari atas Menara Pandang di dermaga bersejarah ini. Selain begitu memesona indera, besar kemungkinan kawan-kawan akan begitu bersyukur dapat menikmati pesona Indonesia yang begitu luar biasa.

Dermaga Sungai Kuin Lama (dokumentasi pribadi)
Selain itu, perjalanan menuju Lok Baintan juga dipenuhi dengan indahnya ratusan rumah panggung yang berjajar cukup rapi di tepian sungai. Sebagai kota sungai, Banjarmasin menawarkan kontruksi rumah panggung yang begitu menarik. Kalau di ibukota sana kontruksi rumah dibuat dari besi, di sini rumah panggung dibuat dari kayu. Tak jarang beberapa warga menghias rumahnya dengan cat beraneka rupa. Ada pula yang sengaja membuat taman indah di sekitar rumah. Rasanya mulut ini tak berhenti menganga melihat peradaban sungai yang masih begitu asri di sekitar kawasan ini.

Setelah satu jam perjalanan, sampailah kami di Pasar Terapung Lok Baintan, sebuah pasar tradisional yang begitu fenomenal di Indonesia bahkan dunia. Dua kali ke sini, selain bertemu wisatawan lokal saya juga bertemu beberapa wisatawan asing yang sengaja menyewa klotok secara ekslusif untuk mengunjungi pasar terapung eksotis ini. Data yang saya peroleh saat berbincang dengan Bapak Yusuf, perwakilan Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) pun menyatakan hal senada. “Saya masih sering mendapat klien dari Malaysia, Jepang, Jerman hingga Belanda sana yang khusus datang ke Banjarmasin untuk menikmati prosesi jual beli yang masih begitu tradisional di pasar terapung ini, Mbak”, jelas Pak Yusuf di suatu siang.

Hingga saat ini Pasar Terapung Lok Baintan masih menjadi primadona bagi banyak wisatawan, tidak terkecuali bagi wisatawan asing dari berbagai negara di Kawasan Asia hingga Eropa sana. Jadi tidak ada salahnya jika kawan-kawan menyempatkan untuk mampir ke Pasar Terapung Lok Baintan saat berkesempatan berlibur di Banjarmasin.

Sesampainya di Lok Baintan, saya sempat berbincang dengan beberapa acil yang berjualan di atas klotok. Acil sendiri merupakan sebutan untuk bibi. Uniknya di pasar terapung ini semua penjualnya perempuan. Mungkin karena hal inilah kini istilah acil kerap diartikan sebagai bibi pedagang di pasar terapung yang biasa berjualan di atas jukung. Seperti pasar terapung pada umumnya, di sini kawan-kawan dapat menemukan aneka jajanan, menu sarapan hingga ragam buah-buahan yang konon sebagian besarnya merupakan hasil berkebun keluarga acil. 


Pasar Terapung Lok Baintan dokumentasi pribadi)

Kalau belum sarapan, kawan-kawan dapat mencicipi aneka wadai khas Banjar sebagai menu pembuka. Selanjutnya kawan-kawan dapat melanjutkan petualangan kuliner lainnya seperti soto banjar. Belum lengkap rasanya ke Banjarmasin kalau belum mencicipi kuliner khas yang satu ini. Soto Banjar sendiri merupakan soto kuah kaldu khas Banjar yang ditaburi potongan ayam dan telur bebek rebus. Pulangnya, kawan-kawan dapat membeli aneka buah-buahan segar seperti pisang, jambu, jeruk, kasturi hingga buah kuini. Kalau favorit aku sih buah kasturi, si buah mini berbentuk seperti manga yang rasanya asem-asem nyegerin gitu.

Sepulangnya dari Pasar Terapung Lok Baintan saya menyempatkan diri untuk melihat koleksi di Museum Waja Sampai Kaputing atau yang kerap disebut dengan Museum Wasaka. Museum berbentuk rumah panggung yang terletak di Jalan Kampung Kenanga Ulu RT 14 Banjarmasin ini terbilang sangat unik. Tanya kenapa? Karena selain menyimpan ratusan peninggalan bersejarah rakyat Kalimantan Selatan saat berperang melawan penjajah Belanda, bangunan museum berbentuk rumah panggung ini menghadap ke arah sungai. Jadi selain dapat ditempuh melalui jalan darat, kawan-kawan bisa masuk ke museum bersejarah ini melalui jalur air seperti yang saya lakukan tempo hari. 

Usai dari Museum Wasaka mampir untuk mencicipi Soto Banjar yang dijual di Kedai Soto Yana Yani. Sebenarnya ada berbagai kedai soto yang terdapat di Banjarmasin seperti Soto Bang Amat, Soto Rina ataupun Soto Yana Yani yang berada di Kampung Sungai Jingah ini. Kalau di Banjar, soto itu akan disajikan bersama dengan potongan lontong. Kalau kawan-kawan pesannya memilih pakai nasi disebutnya bukan soto melainkan nasi sop. Jadi jangan sampai salah pesan ya! Oiya, Soto Banjar itu paling enak disantap bersama dengan sate ayam bumbu kacang. Paduan kedua kuliner ini menghasilkan citarasa yang oke punya.

Soto Banjar + Sate Ayam + Wadai di Kedai Soto Yana Yani (dokumentasi pribadi)
Sembari menunggu pesanan soto siap, saya nyemil wadai yang tersedia di meja makan. Dalam Bahasa Banjar wadai merupakan istilah untuk menyebut kue. Wadai Banjar umumnya berupa kue basah yang dinikmati dengan atau tanpa kuah. Kalau wadai seperti yang ada di dalam foto itu disantap tanpa kuah. Selain masih hangat, wadai bertabur kelapa yang bentuknya mirip kue lumpur di Kedai Yana Yani ini enak banget lho, manis tapi enggak eneg!

Di lain hari saya dan kawan-kawan juga menyempatkan diri untuk mengelilingi beberapa rute wisata susur sungai yang tidak begitu terkenal di Banjarmasin. Salah satunya adalah menelusuri kawasan Basirih. Tidak disangka-sangka, pagi itu kami bertemu dengan adik-adik yang akan berangkat menuju ke sekolah. 

Bertemu Adik-Adik di SDN 10 Basirih Saat Akan Berangkat Menuju ke Sekolah (dokumentasi pribadi)


Landskap kota yang dikelilingi oleh ratusan sungai membuat perabadan sungai di Banjarmasin terasa begitu kental. Salah satunya dapat dilihat dari alat transportasi yang digunakan oleh penduduk, yakni jukung ataupun klotok. Jukung merupakan perahu kecil yang dioperasikan dengan cara didayung, sedangkan klotok merupakan perahu berukuran agak besar yang dioperasikan dengan cara didayung atau dapat juga diberi tambahan tenaga berupa mesin. Untuk menuju SDN 10 Basirih ini ada yang diantar menggunakan klotok, ada pula yang berangkat sendiri menggunakan jukung. Murid-murid yang berangkat menggunakan jukung adalah murid-murid yang dinilai sudah mahir dalam mengoperasikan jukung. Biasanya satu jukung berisi satu atau tiga murid. Jika jukung diisi oleh tiga penumpang, maka mereka bertiga akan melakukan kerjasama yang begitu baik dalam mengoperasikan jukung. Dua penumpang yang duduk di kursi paling depan dan paling belakang bertugas mendayung jukung, sedangkan penumpang yang berada di tengah bertugas membuang air yang ada masuk ke dalam jukung. Yang jelas, mau berangkat menggunakan jukung maupun klotok, yang datang duluan mau tak mau mereka harus menunggu sampai semua penumpang datang. Begitu pula dengan mulainya pelajaran di kelas. Bapak ibu guru yang mengajar di SDN Basirih 10 baru akan memulai pelajaran saat semua murid sudah datang. Jadi selain bekerja sama perihal kekompakan saat mendayung, mereka juga sudah belajar bertenggang rasa sedari kecil. Sungguh, mereka merupakan bagian dari generasi Indonesia yang begitu hebat.

Kalau ada yang datang duluan, anak-anak Basirih memanfaatkan waktu menunggu untuk belajar, baik sekedar membaca buku ataupun mengulang materi pelajaran bersama bapak atau ibu guru yang sudah datang di terminal klotok. Jangan bayangkan terminal ini dengan dermaga yang luas ya, soalnya terminal klotok yang saya maksud tidak lain adalah dermaga pribadi milik warga. Melihat dan berbincang sejenak dengan mereka memantik kekaguman yang begitu luar biasa, baik atas semangat adik-adik di SDN 10 Basirih dalam menuntut ilmu, pun dengan semangat bapak ibu guru dalam membagi ilmu di sekolah ini.

Melihat semangat adik-adik saat berangkat menuju sekolah menjadi penyemangat saya untuk tidak malas dalam menuntut ilmu. Karena bertemu adik-adik di Basirih lah saya memulai kembali program “one month one book” yang sudah lama saya tinggalkan. Jadi rencananya per Januari ini, saya akan kembali mereview satu buku bacaan. Semoga dengan gerakan kecil ini dapat menjadi menularkan semangat baca bagi kawan-kawan semua.

Sedikit ulasan dari Tanah Banjar ini semoga dapat menjadi rekomendasi kawan-kawan saat ingin berlibur di Banjarmasin ya^^

Salam hangat dari Jogja,
-Retno-

0 komentar:

Posting Komentar

 

Cerita NOLNIL Template by Ipietoon Cute Blog Design

Blogger Templates