Senin, 04 Desember 2017

Cerita Penerbangan Pertama Bersama Traveloka


Jika ditanya apa yang pertama kali diingat seseorang ketika mendengar Banjarmasin, mungkin sebagian orang yang pernah menginjakkan kakinya di Tanah Banjar akan menjawab satu dari tiga ikon khas kota seribu sungai seperti sasirangan, patung bekantan raksasa ataupun Menara Pandang Siring Tendean. Maklum, ketiga ikon wisata tersebut terletak di lokasi yang cukup berdekatan. Kampung Sasirangan misalnya. Dari area Menara Pandang yang terletak di Jalan Kapten Tendean, sentra pembuatan kain sirang di Banjarmasin ini dapat dilaju dengan berjalan kaki dengan waktu yang cukup singkat, sekitar 10 menit saja.

Menara Pandang Siring Tendean (dokumentasi pribadi)


Lain halnya dengan sebagian masyarakat awam yang belum terlalu mengenal Banjarmasin. Sebagian dari mereka mungkin masih mengidentikkan kota cantik ini dengan pasar terapung, dimana salah satunya terletak di Lok Baintan. Belum ke Banjarmasin kalau belum sampai di Lok Baintan. Begitu kira-kira. Padahal secara administratif Lok Baintan merupakan bagian dari Kabupaten Banjar, batas sisi timur Kota Banjarmasin.

Meskipun identik dengan Lok Baintan, namun sasirangan tetap menjadi pilihan buah tangan yang kerap dibawa pulang banyak wisatawan. Sayangnya sebagian orang masih belum bisa membedakan sasirangan dengan kain ikat celup seperti jumputan Palembang ataupun shibori khas Jepang. Padahal jika ditelisik lebih lanjut, dipastikan kawan-kawan akan menemukan bekas tusukan jarum di sepanjang motif sasirangan. Karena bekas jelujuran inilah kain kebanggaan warga Banjar tersebut dinamakan sasirangan. Konon nama sasirangan berasal dari kata sirang, yang dalam Bahasa Banjar berarti dijelujur. Walau belum setenar batik, lurik ataupun beragam tenun cantik dari berbagai penjuru nusantara, namun berkesempatan mengenal sasirangan ternyata begitu menyenangkan. Apalagi jika bisa belajar langsung dengan pengrajinnya.
Salah Satu Sasirangan Karya Mas Orie (dokumentasi pribadi)

Adalah Mas Orie, seorang seniman sekaligus pemilik brand sasirangan terkemuka di Banjarmasin yang dikenal dengan motif seribu sungainya, Orie Sasirangan. Perpaduan motif yang begitu detail, lengkap dengan kombinasi warna begitu unik menjadi ciri khas produk Orie Sasirangan.Kalau berkesempatan belajar langsung dengan beliau, dipastikan kawan-kawan dapat langsung mengenali sasirangan buatan Mas Orie dalam sekali tebak. 

“Motif seribu satu sungai merupakan salah satu motif andalan saya. Pembuatan motif ini terinspirasi dari lanskap kota Banjarmasin yang dikelilingi ratusan sungai sehingga dikenal luas dengan sebutan kota seribu sungai. Proses pembuatan motif ini tidak menggunakan cetakan seperti sasirangan pada umumnya, namun saya gambar langsung di kain. Jadi motif yang saya gambar ini sifatnya ekslusif karena tidak akan ada sasirangan yang berhasil dibuat dengan motif yang 100% sama. Begitu pun dengan metode pewarnaannya, saya tidak punya takaran yang pasti. Jadi selain menghasilkan motif yang berbeda, pewarnaan tanpa takaran ini akan menghasilkan warna sasirangan yang berbeda satu dengan lainnya", paparnya di suatu siang.

Saya mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti sekaligus ternganga akan hasil sasirangan yang tampak begitu "hidup" ini. 

Penjelasan Mas Orie siang itu dilajutkan dengan praktek pembuatan sasirangan, mulai dari menggambar motif, menjelujur, mewarnai hingga mengguntingi jelujuran benang yang berada di sepanjang motif sasirangan. Beruntungnya, saya dan beberapa kawan yang berkunjung di Butik Mas Orie juga berkesempatan untuk praktek membuat sasirangan. Yeay!

Siang itu Mas Orie mulai menggambar motif sembari bercerita tentang sejarah sasirangan. 

“Dulunya sasirangan merupakan bagian dari pengobatan yang dikenal luas dengan sebutan kain pamintaan atau kain permintaan. Dalam proses pembuatannya, baik motif maupun warna kain pamintaan akan disesuaikan kebutuhan ataupun permintaan konsumen. Kain sakral ini biasa digunakan dengan tenun sarigading”, begitu kira-kira kalimat pembuka yang diutarakan beliau siang itu.

Contoh Kain Pamintaan (dokumentasi pribadi)
Tenun Sarigading di Museum Lambung Mangkurat (dokumentasi pribadi)

Keterangan Terkait Tenun Sarigading di Museum Lambung Mangkurat (dokumentasi pribadi)
 “Terdapat tiga warna dasar pada kain pamintaan, ada merah, kuning dan hijau. Sebagai sarana pengobatan, dahulu kain sakral ini diwarna menggunakan pewarna alami. Warna merah yang dipercaya mengobati sakit kepala dan insomnia diperoleh dari gambir, mengkudu atau kesumba. Warna kuning yang dipercaya dapat menyembuhkan penyakit kuning didapat dari kunyit dan temulawak, sedangkan warna hijau yang dipercaya dapat mengurangi gejala kelumpuhan didapat dari daun pandan”.

Hal senada juga dikemukakan Pak Redho, penggiat sasirangan warna alam di Banjarmasin yang saya temui di lain hari. “Selain digunakan sebagai ikat kepala ataupun kerudung, ada pula kain pamintaan yang digunakan bersamaan dengan tenun sarigading, salah satu tenun yang masih dapat ditemui di sekitar Banjarmasin. Setidaknya ada 14 motif kain pamintaan yang tercatat dalam sejarah. Masing-masing motif tersebut memiliki makna serta harapan tersendiri. Motif Halilipan misalnya. Motif ini menggambarkan harapkan supaya sang peminta kain tidak lagi dirundung rasa nyeri”, tutur Pak Redho sembari membawa buku karangannya yang berjudul "Mengenal Kain Tradisional Kalimantan Selatan dan Cara Mudah Membuat Kain Sasirangan Warna Alam".  

Contoh Desain Gambar Motif Halilipan Karya Mas Orie (dokumentasi pribadi)
Sebagai penyuka wastra, mengenal kain tradisional langsung dari pengrajin menjadi hal yang begitu menggembirakan. Kalau ada rejeki lebih, pasti akan saya beli sebagai hadiah pribadi. Sebagai pekerja lepas dengan anggaran liburan yang masih terbilang pas-pasan, bertemu pengrajin kain tradisional di daerah bak "sekali menyelam, dua tiga pulau terlampaui". Di satu sisi ketemu kain-kain menawan ini bisa nyenengin hati, namun di sisi lain juga bisa jadi alternatif buat ngisi dompet lagi karena seringkali ada teman yang nitip dibelikan atau sekalian minta untuk dijahitkan. 

Usai menggambar, Mas Orie kembali menjelaskan rangkaian proses pembuatan sasirangan. 

“Setelah digambar, semua motif ini akan dijelujur oleh ibu-ibu yang berada di belakang kawan-kawan. Kain dengan motif yang rapat bisa dijelujur hingga satu minggu, dengan upah jelujur mencapai tiga ratus ribu. Setelah itu barulah kain sirang dapat diwarna lalu dijemur hingga kering. Terakhir, tinggal membersihkan tisikan benang menggunakan gunting”, terang Mas Orie kemudian.

Hasil Jelujuran Ibu-Ibu di Workshop Mas Orie (dokumentasi prbadi)
Dengan proses pembuatan yang demikian panjang, tidak mengherankan jika sasirangan karya Mas Orie dihargai begitu tinggi. Dari Mas Orie, saya belajar arti kesabaran dalam berkarya. Meski memberdayakan banyak perempuan di sana, Mas Orie tidak sombong sama sekali. 

“Benar-benar joss”, batin saya dalam hati.

“Tuh kan, jalan-jalan selalu sukses membuat saya bersyukur atas berbagai kesempatan yang kedatangannya seringkali tak dapat diduga, begitupun dengan kesempatan terbang pertama saya bersama Traveloka setahun silam”.

Sebagian orang mengenal Traveloka sebagai aplikasi penyedia akomodasi liburan yang menyenangkan. Namun bagi saya, aplikasi ini lebih dari sekedar penyedia layanan akomodasi untuk jalan-jalan. Seringkali Traveloka juga menjadi jujukan memilih akomodasi untuk urusan pekerjaan, salah satunya yang berkaitan dengan pembelian tiket pesawat.


“Nanti kalau Mbak Ret mau reschedule jadwal atau tujuan kepulangan dari Banjarmasin, langsung hubungi saya ya. Itu tiket di Traveloka murah-murah kok”, begitu kata manajer lapangan saya beberapa bulan lalu.

Mobilitas yang begitu tinggi dalam dunia kerja menuntut siapapun juga untuk cepat sampai di tempat kerja. Dengan fitur best price finder Traveloka, usai tujuan dan waktu penggunaan selesai diketik, beberapa detik kemudian aplikasi ini sudah menampilkan penawaran harga terbaik dari berbagai maskapai penerbangan, lengkap dengan alokasi waktu untuk sampai ke daerah tujuan. Jadi tinggal pilih saja yang sesuai dengan anggaran dan ketersediaan waktu kita. Sudah mudah dan cepat, lebih hemat pula. 

Contoh Penggunaan Aplikasi Traveloka yang Begitu Mudah
Selain menawarkan best price finder dengan harga jujur (tanpa tambahan harga), aplikasi yang diinstal lebih dari 10 juta pengunduh ini juga menawarkan berbagai fitur menarik, salah satunya adalah easy reschedule. Fitur ini tentu sangat bermanfaat tatkala terjadi perubahan jadwal kerja yang begitu mendadak. Asyiknya lagi, kalau sudah reschedule di Traveloka itu kita tidak perlu repot-repot lagi untuk konfirmasi ke maskapai. 

Keelokan fasilitas yang disediakan Traveloka tidak berhenti sampai di sini karena situs kesayangan jutaan umat manusia ini masih menyediakan layanan 30 days refund guarantee, price alert hingga flight reminder. Menariknya lagi berbagai layanan di Traveloka dirancang sedemikian hebatnya sehingga berbagai fitur di atas sangat mudah untuk digunakan. Jadi tak perlu rasanya menuliskan kembali bagaimana cara penggunaan aplikasi pintar yang satu ini.

Saya sendiri mengenal Traveloka tatkala memenangkan sebuah lomba blog yang diadakan Agustus tahun lalu. Mengulas tentang kekaguman akan tapis Lampung menghantarkan saya berkunjung ke Cagar Alam Krakatau dengan cuma-cuma. Yang lebih mengesankan lagi, lomba ini juga menjadi perantara saya merasakan pengalaman “terbang” pertama di udara. 

Keindahan Tapis Lampung (dokumentasi pribadi)
e-ticket

Jadilah saat pertama kali menerima tiket pesawat, saya amati betul detail informasi yang tertera di e-ticket Traveloka. Setelah diamati dengan seksama, di sudut kiri bawah ada informasi yang menarik perhatian saya.

Tidak perlu print!”, begitu katanya. Bagi saya hal semacam ini patut untuk diapresiasi. Selain menghemat kertas, juga dapat mengurangi populasi sampah yang kian tahun kian bertambah saja jumlahnya. 

Selain menjadi moment berharga karena menjadi bagian dari penerbangan perdana saya, Jelajah Krakatau kala itu rasa-rasanya juga menjadi salah perantara mengapa diterima menjadi salah satu peserta program live in pelaku kreatif di Banjarmasin yang dihelat sejak Juli hingga awal November ini. 

Usai program live in di Banjarmasin berakhir, mulailah saya membereskan kamar yang telah terbengkalai sekian lama. Sewaktu merapikan lemari, secara tidak disengaja saya menemukan uang merah seratus rupiah. Salah satu pecahan rupiah yang pernah hits di era 90-an. Meski sudah tidak digunakan lagi, ibu sengaja menyimpan beberapa lembar uang lama. “Kalau nanti butuh buat ospek kan tidak perlu repot-repot nyari, tinggal ambil saja di lemari”, begitu katanya.

Mendapati selembar uang merah tersebut mau tak mau mengingatkan saya akan salah satu moment terbaik di tahun 2016 silam. Salam hangat "tabik pun" di pinggir Pantai Sari Ringgung pagi itu tentu tak kan terlupa sampai kapan pun juga. Sama seperti kenangan #jadibisa terbang pertama dengan tiket dari Traveloka. 

Usai proyek live in saya berakhir, segala urusan yang berkaitan dengan akomodasi tentu harus diurus sendiri. Untung saya sudah instal aplikasi pintar bernama Traveloka. Aplikasi ini sangat membantu rencana saya saat merencanakan kegiatan yang sesuai dengan anggaran di tabungan. Dengan Traveloka, rencana explore wastra nusantara jadi lebih mudah dan murah. 

Salam hangat dari Jogja
-Retno-


0 komentar:

Posting Komentar

 

Cerita NOLNIL Template by Ipietoon Cute Blog Design

Blogger Templates